Pinjaman Gadai Luar Jawa Tembus Rp47,53 Triliun, Apa Sebabnya?

Penyaluran pinjaman gadai di luar Pulau Jawa mencatatkan angka yang signifikan, mencapai Rp47,53 triliun sepanjang tahun 2024. Angka ini mencerminkan 53,78% dari total pinjaman pergadaian nasional yang mencapai Rp88,05 triliun. Fenomena ini pun menarik perhatian para pengamat ekonomi, salah satunya Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), yang mengungkapkan beberapa faktor penyebab lonjakan pinjaman tersebut.

Huda menjelaskan bahwa masyarakat di Pulau Jawa memiliki akses yang lebih beragam terhadap alternatif pembiayaan dibandingkan dengan masyarakat di luar Pulau Jawa. “Dengan segala dukungan infrastruktur, masyarakat Pulau Jawa mempunyai banyak pilihan dalam hal pembiayaan,” katanya dalam sebuah wawancara. Di Pulau Jawa, terdapat beragam lembaga jasa keuangan, seperti bank, fintech P2P lending, dan berbagai perusahaan pergadaian yang memberikan pilihan lebih bagi masyarakat.

Sebaliknya, kondisi infrastruktur di luar Pulau Jawa cenderung kurang mencukupi, sehingga masyarakat di sana lebih mengandalkan pembiayaan konvensional seperti gadai. Huda menunjukkan bahwa di luar Pulau Jawa, akses terhadap layanan finansial modern, termasuk pinjaman daring dan BNPL (Buy Now Pay Later), masih terhalang oleh masalah infrastruktur, khususnya dalam hal koneksi internet. “Di luar Pulau Jawa, akses ke pinjaman daring sering terkendala oleh infrastruktur internet, sehingga pegadaian menjadi alternatif utama bagi mereka,” tambahnya.

Dalam konteks ini, karakteristik nasabah di luar Pulau Jawa juga menjadi faktor penting. Huda mencatat bahwa banyak nasabah di wilayah tersebut tergolong sebagai unbanked dan underbanked, yang berarti mereka kurang terlayani oleh layanan perbankan tradisional. Phenomena ini menunjukkan kebutuhan yang mendesak akan produk pembiayaan yang lebih mudah diakses bagi mereka yang tidak mendapatkan layanan keuangan formal.

Sementara itu, meskipun pinjaman pergadaian di Pulau Jawa lebih kecil dibandingkan dengan luar Pulau Jawa, sektor ini tetap mencatat pertumbuhan yang positif. Pada tahun 2024, pinjaman gadai di Pulau Jawa mencapai Rp40,70 triliun, mengalami pertumbuhan 27,6% dibandingkan tahun sebelumnya. Pinjaman ini telah diberikan kepada sekitar 13,60 juta nasabah, yang menunjukkan bahwa meski penyalurannya lebih rendah, kawasan ini tetap menjadi pasar yang berpotensi untuk pengembangan jasa keuangan.

Huda juga mengamati bahwa fenomena peningkatan pinjaman pergadaian di Pulau Jawa berkaitan dengan meningkatnya kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi belakangan ini. “Mereka yang terkena PHK, tetapi masih memiliki tanggungan kebutuhan, cenderung memanfaatkan jasa pegadaian untuk mendapatkan pembiayaan,” jelasnya. Dengan demikian, pinjaman gadai tidak hanya berfungsi sebagai alternatif, melainkan juga sebagai jaring pengaman finansial bagi masyarakat yang terdampak oleh kondisi ekonomi yang fluktuatif.

Data menunjukkan bahwa pinjaman gadai di luar Pulau Jawa tidak hanya melibatkan perorangan, tetapi juga mencakup berbagai sektor usaha kecil dan menengah yang semakin bergantung pada akses keuangan. Hal ini menekankan pentingnya pengembangan infrastruktur finansial di luar Pulau Jawa agar lebih banyak masyarakat dapat terhubung dengan layanan keuangan modern.

Dengan meningkatnya nilai pinjaman gadai di luar Pulau Jawa, jelas bahwa ada peluang besar untuk pengembangan sektor keuangan di daerah tersebut. Upaya terhadap peningkatan keterjangkauan layanan keuangan dan penguatan infrastruktur akan sangat krusial untuk mendorong inklusi finansial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh Indonesia.

Berita Terkait

Back to top button