PHRI Kritik Pemerintah: Inovasi di Tengah Daya Beli Turun, Kenapa?

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) melontarkan kritik pedas kepada pemerintah terkait seruan untuk para pelaku usaha hotel mencari pangsa pasar lain di tengah turunnya daya beli masyarakat. Sekretaris Jenderal PHRI, Maulana Yusron, menyatakan bahwa pernyataan tersebut menunjukkan ketidakpahaman pemerintah terhadap realita yang dihadapi oleh sektor industri perhotelan dan restoran. “Gimana cara inovasinya? Pasar yang dibentuk sebenarnya adalah hasil dari kebijakan pemerintah. Sekarang disuruh berinovasi untuk mengubah pasar yang sudah ada, itu sangat tidak logis,” tegas Maulana saat dihubungi oleh Octopus.

Kritikan ini mencuat di tengah situasi perekonomian yang tertekan akibat pemangkasan anggaran pemerintah yang berdampak langsung pada pelaku industri. Maulana menggarisbawahi bahwa mencari pasar baru bukanlah hal yang mudah, terlebih di saat efisiensi anggaran pemerintah membuat daya beli masyarakat menurun secara signifikan. “Pernyataan pemerintah yang meminta kami untuk berinovasi hanya tampak sebagai pernyataan yang mudah dan tidak mempertimbangkan dampak jangka panjang yang telah ada,” tambahnya.

Data mencolok menunjukkan penurunan okupansi hotel hingga 20 persen selama libur lebaran Idul Fitri 2025 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan ini disertai dengan data dari Kementerian Perhubungan yang mencatat penurunan jumlah pemudik sebanyak 24 persen. “Kondisi ini sangat mengkhawatirkan. Jika pergerakan masyarakat turun, otomatis layanan akomodasi seperti hotel juga akan terdampak,” ungkap Maulana.

Lebih lanjut, Maulana menjelaskan bahwa turunnya okupansi hotel bukan semata-mata karena pergeseran perilaku masyarakat, melainkan lebih kepada daya beli yang semakin menurun. “Orang cenderung akan memenuhi kebutuhan primer terlebih dahulu, sebelum memikirkan untuk berwisata atau menginap di hotel,” jelasnya. Ini menunjukkan bahwa masalah yang dihadapi bukan hanya sekadar inovasi pasar, tetapi penanganan yang lebih mendasar terhadap kondisi ekonomi yang melandasi pengeluaran masyarakat.

Berdasarkan survei yang dilakukan oleh PHRI, wisatawan domestik masih menjadi penyumbang utama pendapatan sektor hotel dan restoran. Hal ini berarti bahwa pelaku usaha tidak bisa serta-merta beralih ke pasar lain tanpa mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan pasar itu sendiri. Maulana menekankan bahwa kontribusi dari wisatawan domestik terhadap pendapatan sangat besar, antara 40 hingga 60 persen. “Tidak mudah mencari pasar baru, karena pasar yang ada saat ini sudah terbentuk berkat kinerja dan kebijakan dari pemerintah,” ucapnya.

Pihak PHRI menilai bahwa keterpurukan yang dialami selama periode libur lebaran dan potensi penurunan di masa depan memerlukan perhatian serius dari pemerintah, terutama dalam hal menciptakan kebijakan yang dapat meningkatkan daya beli masyarakat. “Pemerintah perlu segera membereskan masalah penurunan daya beli masyarakat agar ekonomi dalam negeri dapat berputar kembali,” pungkasnya.

Dalam konteks ini, kritik PHRI menjadi sorotan penting bagi kebijakan pemerintah. Jika pemerintah terus meminta inovasi tanpa memberikan landasan ekonomi yang kuat, maka akan sulit bagi pelaku usaha untuk bertahan di tengah tantangan yang kini dihadapi. Tentu saja, kolaborasi antara pemerintah dan sektor usaha diperlukan untuk menemukan solusi yang saling menguntungkan dan berkelanjutan di masa mendatang.

Berita Terkait

Back to top button