
Peringatan Darurat berlambang Garuda Pancasila kembali mencuri perhatian publik setelah beredarnya gambar berwarna merah di media sosial. Fenomena ini muncul beberapa hari setelah 100 hari pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, menandakan adanya ketidakpuasan dari masyarakat. Dalam beberapa hari terakhir, warna merah menyala dari Peringatan Darurat ini memicu rasa penasaran publik mengenai makna yang terkandung di dalamnya.
Sebagaimana terungkap, Peringatan Darurat ini menjadi simbol penolakan terhadap pemangkasan dana pendidikan yang baru saja dilakukan pemerintah. Sejak Rabu malam (12/2/2025) hingga Kamis siang (13/2/2025), berbagai lapisan masyarakat mengungkapkan kekecewaannya melalui unggahan di media sosial. Pemangkasan anggaran yang mencengangkan mencapai Rp8,03 triliun, menyusut dari Rp 15,3 triliun menjadi Rp 7,27 triliun untuk Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, dipandang sebagai keputusan yang keliru.
Keputusan pemangkasan ini resmi tercantum dalam surat edaran Menteri Keuangan, yang menunjukkan bahwa pihak pemerintah hendak melakukan efisiensi belanja untuk mencapai target anggaran negara. Dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, Presiden Prabowo Subianto memberi lampu hijau untuk mengalokasikan anggaran dengan cara yang lebih efisien. Namun, banyak yang menilai bahwa kebijakan ini justru mengorbankan pendidikan, sektor yang seharusnya mendapatkan perhatian lebih.
Undang-undang pendidikan menyatakan bahwa anggaran pendidikan haruslah memberikan landasan yang kokoh untuk perkembangan generasi mendatang. Namun, dengan adanya pemangkasan tersebut, sejumlah masyarakat merasa bahwa harapan terhadap pendidikan yang berkualitas semakin suram. Beberapa netizen pun berusaha menggalang suara kuat menentang pemangkasan ini dengan cuitan di media sosial. Salah satunya menyebutkan, “Guys please, ramein tolak pemangkasan dana pendidikan!”
Peringatan Darurat berwarna merah ini juga tak sekadar berbicara tentang angka anggaran, namun juga menyentuh program-program penting yang terancam hilang, seperti Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIP-K). Program ini menjadi harapan bagi banyak mahasiswa dengan latar belakang ekonomi kurang mampu untuk melanjutkan pendidikan tinggi mereka. Keputusan untuk memangkas anggaran dapat berdampak langsung pada masa depan pendidikan dan karier anak-anak bangsa.
Menantikan respons dari berbagai pihak, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Abdul Mu’ti, menegaskan dalam rapat kerja bersama Komisi X DPR bahwa anggaran pendidikan seharusnya menjadi prioritas. Munurut data yang disampaikan, anggaran pendidikan sebenarnya direncanakan sebesar Rp 33,55 triliun, namun dipangkas menjadi Rp26,27 triliun setelah melalui diskusi. “Kami berharap pemangkasan ini tidak berdampak buruk terhadap pelayanan pendidikan,” ungkapnya.
Fenomena Peringatan Darurat merah ini menjadi sinyal jelas bahwa masyarakat menginginkan pemimpin yang mengutamakan pendidikan. Dari berbagai unggahan dan cuitan di media sosial, terlihat selera publik yang semakin peka akan isu-isu pendidikan. Banyak masyarakat yang mengingatkan pentingnya pendidikan bagi anak bangsa dan konsekuensi dari setiap kebijakan yang diambil pemerintah.
Data menunjukkan bahwa 20% siswa berprestasi sangat bergantung pada KIP-K untuk terus melanjutkan studi mereka. Jika dana pendidikan terus dipangkas, maka pendidikan yang setara dan berkeadilan akan semakin sulit dicapai. Sejumlah pihak mengungkapkan kecewa bahwa pemerintah tidak mempertimbangkan elemen krusial ini. Dengan situasi ini, banyak harapan agar suara rakyat yang terekspresi melalui Peringatan Darurat semakin kuat menggema ke seluruh elemen pemerintahan.
Peringatan Darurat berlambang Garuda Merah bukan hanya sekedar simbol visual, tetapi juga representasi suara hati masyarakat yang mendambakan perhatian nyata terhadap sektor pendidikan. Perdebatan mengenai anggaran dan kebijakan pendidikan diharapkan dapat menjadi momentum bagi pemerintah untuk mendengarkan suara rakyat dan membuat keputusan yang lebih bijaksana demi masa depan bangsa.