Penyakit Ginjal Kronik di Indonesia: Pentingnya Deteksi Dini

Setiap tahun, masyarakat di seluruh dunia memperingati Hari Ginjal Sedunia, yang jatuh pada hari Kamis di minggu kedua bulan Maret. Untuk tahun ini, peringatan tersebut akan berlangsung pada 13 Maret 2025, dengan tema “Are Your Kidneys OK? Detect Early, Protect Kidney Health”. Peringatan ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya skrining dan deteksi dini penyakit ginjal kronik (PGK), yang kian menjadi ancaman serius di Indonesia.

Menurut Ketua Umum Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), Dr. dr. Pringgodigdo Nugroho, SpPD-KGH, ginjal memiliki peranan krusial dalam tubuh, termasuk menyaring racun, mengontrol tekanan darah, memproduksi sel darah merah, dan menjaga keseimbangan mineral serta cairan. Namun, penyakit ginjal kronik sering kali tidak terdeteksi hingga 90% fungsi ginjal hilang, sebuah kondisi yang dapat berujung pada gagal ginjal.

Penyakit ginjal kronik menjadi ancaman global yang meningkat. Dalam data global tahun 2017, PGK menyebabkan 4,6% kematian dan diperkirakan akan menjadi penyebab kematian tertinggi ke-5 di dunia pada tahun 2040. Di Indonesia, prevalensi PGK terus menunjukkan tren peningkatan. Data Riskesdas Kementerian Kesehatan 2018 mencatat prevalensi PGK di angka 0,38%. Pada 2022, registri PERNEFRI menunjukkan bahwa sebanyak 158.929 pasien menjalani dialisis.

Faktor penyebab utama gagal ginjal di Indonesia mencakup hipertensi dan diabetes. Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes RI, dr. Siti Nadia Tarmizi, M.Epid, mengungkapkan bahwa gaya hidup tidak sehat seperti pola makan tinggi garam, kurangnya konsumsi cairan, dan kurangnya aktivitas fisik menjadi faktor yang mempercepat penurunan fungsi ginjal.

Deteksi dini kesehatan ginjal sangat penting dan menjadi langkah preventif untuk mencegah PGK. Saat ini, pemerintah telah meluncurkan program skrining kesehatan gratis, terutama bagi kelompok berisiko tinggi, seperti pasien diabetes, hipertensi, dan obesitas. Deteksi dini ini dapat dilakukan melalui beberapa metode sederhana dan hemat biaya, termasuk:

1. Pemeriksaan tekanan darah untuk mendeteksi hipertensi.
2. Indeks Massa Tubuh (IMT) untuk mengukur estimasi lemak tubuh.
3. Tes urin untuk mengecek kadar albumin, yang dapat mengindikasikan kerusakan ginjal.
4. Tes darah yang mengukur kadar kreatinin serum untuk mengevaluasi fungsi ginjal.

Dr. Pringgodigdo menekankan bahwa skrining dini tidak hanya penting untuk pasien, tetapi juga dapat mengurangi beban biaya perawatan kesehatan dalam jangka panjang. “Pengobatan dini dapat memperlambat progresivitas PGK, sehingga pasien tidak harus segera menjalani terapi pengganti ginjal seperti cuci darah,” ujarnya. Skrining yang tertarget juga dapat mengurangi beban biaya yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Perusahaan farmasi juga berkomitmen untuk berkontribusi dalam kampanye kesadaran ini. Presiden Direktur AstraZeneca Indonesia, Esra Erkomay, menegaskan pentingnya deteksi dini dan penanganan PGK yang lebih baik untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. “Dengan demikian, pasien dengan PGK dapat didiagnosis lebih awal dan menerima pengobatan yang tepat, sehingga mereka dapat menjalani kehidupan yang lebih berkualitas,” tutupnya.

Dengan meningkatnya prevalensi dan tantangan PGK di Indonesia, langkah-langkah preventif serta kesadaran masyarakat akan pentingnya deteksi dini menjadi kunci untuk membendung ancaman serius ini. Masyarakat diharapkan lebih proaktif dalam memeriksakan kesehatan ginjal mereka, terutama bagi mereka yang berada dalam kelompok risiko tinggi. Pengetahuan akan kesehatan ginjal yang lebih baik tidak hanya akan mengurangi angka kejadian PGK, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup individu secara keseluruhan.

Back to top button