
Baghdad, Octopus – Kekalahan besar bagi kelompok teroris Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) terjadi pada hari Jumat, 14 Maret 2025, ketika pemimpin mereka, Abdullah Maki Musleh al-Rifai yang dikenal dengan nama panggilan Abu Khadija, dilaporkan tewas dalam serangan yang dilancarkan oleh pasukan gabungan Irak dan koalisi pimpinan Amerika Serikat. Informasi mengenai kematian Abu Khadija disampaikan oleh Perdana Menteri Irak, Mohammed Shia al-Sudani, menandai langkah signifikan dalam upaya global untuk melawan terorisme.
Serangan ini menunjukkan keberhasilan operasional pasukan Irak yang didukung oleh koalisi internasional, yang berkomitmen untuk menghapuskan jejak ISIS yang telah melancarkan berbagai aksi teror di berbagai wilayah. Belum ada rincian lengkap mengenai kronologi serangan yang menewaskan Abu Khadija, namun berita ini memberi dampak besar pada moral dan struktur organisasi teroris tersebut.
Abu Khadija dikenal sebagai sosok kunci dalam kepemimpinan ISIS. Organisasi ini, yang terbentuk pada April 2013, merupakan pecahan dari al-Qaida di Irak; meskipun kemudian al-Qaida membantah keterkaitannya dengan kelompok tersebut. ISIS telah dikenal luas sebagai kelompok radikal yang mengklaim sebagai negara Islam dengan khilafah, dengan kekuatan yang dibentuk melalui strategi militer yang ambisius di Suriah dan Irak.
Saat ini, jumlah pasti anggota ISIS tidak dapat dipastikan, tetapi diperkirakan mereka memiliki ribuan pejuang, termasuk banyak yang berasal dari luar negeri. Ketidakpastian mengenai jumlah kekuatan mereka menunjukkan bahwa meskipun mengalami banyak kemunduran, ISIS masih berusaha untuk bertahan di tengah tekanan yang meningkat dari banyak pihak.
Kematian Abu Khadija menjadi titik balik yang signifikan dalam perjuangan melawan terorisme di Irak, yang telah berjuang keras untuk menstabilkan negara pasca-perang dan menghadapi ancaman dari berbagai kelompok ekstremis. Perdana Menteri al-Sudani menegaskan bahwa keselamatan dan keamanan rakyat Irak adalah prioritas utama, dan penangkapan maupun pembunuhan anggota puncak ISIS adalah bagian dari komitmen untuk menciptakan kondisi yang lebih baik bagi warga negara.
“Saya ingin mengingatkan bahwa bacaaan kita terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh terorisme harus terus diperbaharui. Kematian Abu Khadija merupakan momentum bagi kita untuk lebih waspada dan proaktif dalam upaya menjaga stabilitas negara,” ujar al-Sudani.
ISIS, meski mengalami kerugian besar, masih dikhawatirkan dapat melakukan serangan balasan atau meneruskan agenda mereka di wilayah-wilayah yang rawan. Situasi ini menuntut perhatian lanjutan dari para pemangku kepentingan di Irak serta negara-negara anggota koalisi untuk memperkuat kerjasama dan saling berbagi informasi intelijen.
Sementara itu, menurut para analis, serangan yang menewaskan Abu Khadija hanyalah satu dari sekian banyak langkah yang diperlukan untuk benar-benar memadamkan nyala obor ekstremisme radikal yang dilahirkan oleh konflik berkepanjangan di Timur Tengah. Mereka juga menambahkan bahwa tantangan ke depan akan lebih besar, mengingat dinamika perubahan politik dan sosial di kawasan.
Pasukan keamanan Irak, yang didukung oleh intelijen dan teknologi dari AS, telah meningkatkan operasi mereka dalam beberapa bulan terakhir, menargetkan infrastruktur dan pemimpin ISIS. Hal ini menjadi bagian dari strategi berkelanjutan untuk meminimalkan kemampuan ISIS dalam merencanakan dan melaksanakan serangan teror. Pertarungan melawan kekuatan ekstremis ini jelas bukan hal yang mudah, tetapi keberhasilan dalam menangkap dan membunuh pemimpin ISIS, seperti Abu Khadija, memberikan harapan bagi kemajuan lebih lanjut dalam stabilitas regional.