
Kementerian Kehakiman Korea Selatan (Korsel) pada Jumat (7/3) mengungkapkan bahwa mereka tengah menanti keputusan dari jaksa penuntut setelah Pengadilan Distrik Pusat Seoul memutuskan untuk membebaskan Presiden Yoon Suk-yeol dari tahanan. Putusan mengejutkan ini muncul dalam konteks krisis politik yang melanda Korsel, di mana Yoon menghadapi mosi pemakzulan yang disetujui oleh Majelis Nasional pada 14 Desember lalu.
Sebelumnya, Yoon mengumumkan keadaan darurat militer pada malam 3 Desember 2022. Namun, keputusan tersebut dibatalkan oleh Majelis Nasional yang dikuasai oleh pihak oposisi hanya beberapa jam setelah diumumkan. Sejak saat itu, Yoon mengalami proses hukum yang rumit, di mana pengadilan konstitusional Korsel telah mengadakan 11 sidang terkait dengan pemakzulan yang dihadapinya. Diperkirakan, putusan akhir mengenai status pemakzulan Yoon akan diumumkan pada pekan depan.
Pengadilan memberikan lampu hijau bagi Yoon untuk menjalani proses peradilan tanpa harus terkurung di balik jeruji, tetapi situasi tersebut mungkin tidak berlangsung lama jika jaksa penuntut memutuskan untuk mengajukan banding. Menurut Pasal 97 Undang-Undang Acara Pidana, jaksa memiliki hak untuk segera mengajukan banding terhadap keputusan pengadilan yang menghilangkan status tahanan Yoon. Jika langkah ini diambil, sejalan dengan Pasal 410 dari undang-undang yang sama, pelaksanaan proses peradilan akan ditunda, dan Yoon mungkin harus kembali ke dalam tahanan.
Kejaksaan juga menyatakan bahwa mereka sedang membahas langkah selanjutnya setelah putusan pengadilan tersebut. Dengan potensi banding yang dapat diajukan, situasi ini menjadikan Korsel berada di ujung tanduk. Ketegangan politik di negara tersebut semakin memuncak, dan keputusan jaksa penuntut dalam beberapa hari ke depan akan krusial bagi nasib Yoon.
Kontroversi ini mencerminkan kondisi politik yang volatile di Korsel di mana posisi presiden dapat terguncang akibat proses hukum. Beberapa pengamat berpendapat bahwa mosi pemakzulan dapat merusak stabilitas pemerintahan dan menimbulkan ketidakpastian di kalangan masyarakat. Di lain pihak, pendukung Yoon percaya bahwa keputusan pengadilan yang mengabulkan pembebasan sementara merupakan langkah positif menuju keadilan dan transparansi hukum.
“Keputusan pengadilan ini menunjukkan bahwa proses hukum harus berjalan adil, apapun status politik seseorang,” ujar seorang analis politik di Seoul. Namun, dia juga memperingatkan bahwa “jika jaksa mengajukan banding, ketidakpastian akan terus berlanjut.”
Krisis ini tidak hanya mempengaruhi Yoon dan partainya, tetapi juga berimplikasi luas terhadap stabilitas pemerintahan Korsel secara keseluruhan. DPR yang dikuasai oleh oposisi mungkin memanfaatkan situasi ini untuk mendesak lebih banyak reformasi dan menguatkan suara mereka di tengah meningkatnya ketidakpuasan publik terhadap kepemimpinan saat ini.
Di tengah kerumitan ini, publik Korsel juga tertarik menantikan hasil akhir dari pemakzulan dan dampaknya terhadap dinamika politik ke depan. Dengan potensi untuk menyaksikan sejarah yang terukir dalam politik Korsel, semua mata kini tertuju pada how jaksa penuntut akan merespons keputusan pengadilan dan langkah selanjutnya dari Presiden Yoon Suk-yeol.