
Tim kuasa hukum Hasto Kristiyanto, Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, mengklaim bahwa kliennya mengalami serangan masif setelah pemecatan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai anggota PDI Perjuangan. Ungkapan tersebut disampaikan oleh pengacara Ronny Talapessy sebelum sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Senin (10/3/2025). Menurutnya, serangan terhadap Hasto semakin memuncak setelah pengumuman pemecatan Jokowi beserta putranya Gibran Rakabuming Raka dan menantunya Bobby Nasution pada 16 Desember 2024.
Ronny menjelaskan bahwa sebelum pemecatan, muncul isu yang meminta Hasto mundur dari jabatannya. “Sekjen menyampaikan bahwa ada permintaan untuk Mas Hasto mundur, dan juga meminta untuk tidak dilakukan pemecatan terhadap Jokowi,” ujarnya. Hal ini menunjukkan ketegangan internal yang mendalam dalam partai menjelang pemecatan yang sangat mengejutkan banyak pihak, termasuk para kader PDI Perjuangan.
Usai pemecatan tersebut, tim kuasa hukum mencatat bahwa Hasto terus menghadapi serangan yang terus meningkat, yang mencapai puncaknya ketika ia ditetapkan sebagai tersangka pada 24 Desember 2024. Hasto kini terjerat dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan terkait kasus Harun Masiku yang saat ini sedang dalam proses investigasi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Paket berita mengenai pemecatan ini menjadi semakin kompleks dengan ditetapkannya Hasto sebagai tersangka. Dalam pernyataan resmi KPK, Hasto diduga terlibat dalam pengaturan dan pengendalian advokat Donny Tri Istiqomah untuk melobi anggota KPU, Wahyu Setiawan, agar menetapkan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI terpilih dari Dapil Sumsel I. KPK juga menuduh Hasto terlibat dalam pengaturan aliran uang suap yang diberikan kepada Wahyu Setiawan.
Pihak Hasto menilai bahwa penetapan ini terjadi dalam latar belakang yang signifikan. Ronny Talapessy menyatakan, “Jeda waktu antara pemecatan dan penetapan tersangka sangat singkat. Kami melihat ini sebagai kepentingan yang merasa terganggu oleh sikap PDI Perjuangan dan pemecatan Pak Jokowi.” Hal ini menunjukkan bahwa dugaan ketidakpuasan terhadap keputusan internal partai mungkin memicu kekhawatiran di kalangan para pemimpin PDI Perjuangan mengenai stabilitas politik mereka.
Serangan yang disebutkan oleh tim kuasa hukum Hasto bukan hanya bersifat verbal, tetapi juga mencakup beragam bentuk tekanan dari pihak-pihak yang menentang keputusan pemecatan Jokowi. Kewaspadaan di kalangan kader PDI Perjuangan kian meningkat, mengingat banyak yang khawatir akan dampak dari konflik internal ini terhadap masa depan partai di panggung politik nasional.
Pemecatan Jokowi sebagai kader PDI Perjuangan adalah peristiwa yang tidak hanya mengguncang struktur partai, tetapi juga memicu reaksi di luar alam PDI Perjuangan. Dalam konteks ini, para analis politik berpendapat bahwa langkah-langkah yang diambil oleh Hasto dan partai mungkin menjadi kunci untuk mempertahankan eksistensi dan relevansi partai dalam pemilu mendatang.
Dengan tekanan yang semakin meningkat dan tantangan hukum yang dihadapi Hasto, banyak yang bertanya-tanya tentang masa depan kepemimpinan PDI Perjuangan. Pemecatan ini mungkin tidak hanya menjadi momen penting bagi Hasto, tetapi juga menjadi titik balik yang mempengaruhi arah politik partai sekaligus tantangan bagi mereka yang ingin memulihkan citra dan kepercayaan publik.