
Jakarta, Octopus – Prediksi Bank Dunia tentang penurunan rasio penerimaan negara Indonesia pada tahun 2025 telah memicu perhatian dari para pengamat ekonomi. Dalam pernyataannya, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono, menilai bahwa meskipun kondisi ini wajar, hal tersebut seharusnya menjadi alarm bagi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk lebih proaktif dalam mengoptimalkan penerimaan pajak.
Dalam pembicaraannya pada Jumat, 2 Mei 2025, Prianto menjelaskan bahwa DJP perlu memasukkan rilis dari Bank Dunia ke dalam strategi mereka dalam mencari sumber-sumber penerimaan pajak yang ada. “Paling tidak, DJP dapat menjadikan rilis tersebut untuk lebih giat lagi dalam mencari sumber penerimaan pajak yang sudah ada,” ujar Prianto.
Fokus pada Sektor Unggulan dan Dorong Konsumsi
Prianto mengidentifikasi beberapa sektor yang dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara, seperti sektor pertambangan, industri pengolahan, dan jasa keuangan. Ia menyarankan agar DJP menjaga momentum pertumbuhan sektor-sektor tersebut, yang selama ini menjadi pilar utama pendapatan pajak. Langkah ini bisa dicapai dengan mendorong konsumsi dalam negeri, yang diharapkan dapat membantu memperkuat basis pajak.
DJP Didesak Maksimalkan Intensifikasi
Prianto juga menekankan bahwa penurunan rasio penerimaan dapat menjadi indikator lemahnya optimalisasi pajak. Namun, ia optimis bahwa DJP masih memiliki waktu untuk memperbaiki kinerja mereka dalam delapan bulan ke depan sebelum target APBN 2025 tercapai. “Intensifikasi terhadap wajib pajak yang berisiko tinggi terhadap ketidakpatuhan sangat penting. Ini dapat dilakukan melalui penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak (SP2DK) untuk klarifikasi atau pemeriksaan pajak,” jelasnya.
Target APBN 2025 Harus Tetap Dikejar
Meskipun kondisi fiskal yang semakin kompleks dihadapi, Prianto percaya bahwa strategi intensifikasi yang tepat dapat membantu DJP menjaga agar target penerimaan sesuai dengan Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 tetap tercapai. Pemantauan yang ketat terhadap sektor unggulan serta pendekatan berbasis data terhadap kepatuhan pajak menjadi kunci dalam menjaga stabilitas penerimaan negara di tengah dinamika ekonomi global yang terus berubah.
Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah untuk menciptakan kebijakan yang mendukung optimalisasi penerimaan pajak. Salah satunya adalah dengan memfasilitasi akses informasi yang dibutuhkan oleh DJP untuk mengevaluasi kinerja dan menemukan celah yang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan penerimaan. Ini termasuk memanfaatkan teknologi untuk memperbaiki sistem pelaporan pajak oleh wajib pajak.
Bank Dunia dalam report-nya memprediksi bahwa rasio penerimaan pajak Indonesia akan mengalami penurunan. Meski hal ini dianggap wajar, para ahli mengingatkan bahwa tren ini perlu diwaspadai. Menurut Prianto, kesadaran dan upaya yang lebih besar dari DJP untuk memperkuat basis penerimaan negara harus dilakukan agar target-target jangka pendek maupun jangka panjang dapat dicapai.
Saat ini, tantangan dalam mengelola penerimaan negara semakin kompleks seiring dengan dinamika ekonomi global yang tak terduga. Oleh karena itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran pajak di kalangan masyarakat, serta memberikan insentif bagi wajib pajak yang patuh, harus menjadi prioritas bagi DJP.
DJP memiliki waktu yang cukup untuk melakukan pembenahan dan meningkatkan kinerja, tetapi langkah-langkah cepat dan terarah perlu diambil agar tidak ada lagi penurunan yang signifikan dalam penerimaan negara.