Dalam penemuan terbaru yang menarik perhatian ilmuwan, sebuah penelitian mengungkap proses geologis yang kompleks antara Lempeng India dan Eurasia, yang menghasilkan Pegunungan Himalaya serta potensi gempa di kawasan tersebut. Penelitian ini menyoroti fakta bahwa sebagian Lempeng India terlihat mengalami proses “delaminasi” di kedalaman bumi, di mana bagian bawah yang lebih padat terlepas dari bagian atasnya. Temuan ini bukan hanya memperdalam pemahaman tentang pembentukan Himalaya tetapi juga menawarkan wawasan baru tentang risiko gempa yang mungkin terjadi di area tersebut.
Lempeng India, yang pernah berupa pulau, mulai bertabrakan dengan Lempeng Eurasia sekitar 60 juta tahun lalu. Tabrakan ini mendorong permukaan bumi dan menciptakan pegunungan tertinggi di dunia. Namun, proses yang terjadi di bawah permukaan, di mana lempeng benua yang lemah bertabrakan dengan lempeng yang lebih padat, menyimpan banyak misteri. Beberapa ilmuwan mendapati bahwa bagian tertentu dari Lempeng India menolak untuk tenggelam, sementara yang lain meyakini bahwa bagian ringan dari lempeng mungkin terlipat, memudahkan subduksi.
Analisis terbaru terhadap gelombang gempa yang merambat di bawah Tibet memberikan dukungan terhadap pemahaman baru ini. Penelitian yang dilakukan oleh tim ilmuwan dari berbagai universitas menunjukkan adanya retakan vertikal di antara bagian lempeng yang terpisah dan yang masih utuh. “Kita sebelumnya tidak tahu bahwa benua bisa berperilaku seperti ini, dan ini adalah hal yang sangat mendasar dalam ilmu kebumian,” kata Douwe van Hinsbergen, ahli geodinamika dari Universitas Utrecht.
Selain itu, penelitian ini juga menyentuh potensi gempa yang mungkin terjadi akibat proses yang kompleks ini. Meskipun masih banyak ketidakpastian terkait bagaimana proses ini bisa berpengaruh terhadap aktivitas seismik, tim peneliti mencatat bahwa perubahan di dalam lempeng bisa mempengaruhi tekanan yang terakumulasi di permukaan. Fabio Capitanio, ahli geodinamika dari Universitas Monash, mengingatkan bahwa masih banyak data yang perlu dikumpulkan untuk memperjelas hubungan antara proses geologis ini dan risiko gempa yang mungkin terjadi.
Dengan menggunakan pengukuran isotop helium yang diambil dari mata air panas di Tibet, peneliti menemukan pola yang menunjukkan bahwa di kawasan selatan garis tertentu, air berasal dari kerak bumi. Sementara di utara garis tersebut, air berasal dari mantel, menandakan batas Lempeng India. Petunjuk ini penting untuk memahami bagaimana bagian lempeng yang terbelah mempengaruhi lingkungan geologis di sekitarnya.
Pentingnya penelitian ini tidak hanya terbatas pada geologi Himalaya, tetapi juga memberikan wawasan tentang proses geologis yang terjadi di seluruh dunia. Menurut Anne Meltzer, ahli seismologi dari Universitas Lehigh, tabrakan antara benua adalah fenomena yang umum, dan memahami cara interaksi lempeng dapat meningkatkan pengetahuan kita mengenai pembentukan lanskap dan potensi bahaya gempa.
Meski penemuan baru ini menjanjikan banyak informasi, tantangan dalam memahami proses ini tetap ada. Simon Klemperer, ahli geofisika dari Universitas Stanford, menyebutkan bahwa hubungan antara aktivitas geologis ini dan kejadian gempa di Tibet masih perlu dikejar. Penelitian lebih lanjut akan dibutuhkan untuk menyelidiki apakah retakan yang baru ditemukan ini dapat menyebabkan gempa di kawasan tersebut.
Seperti yang dijelaskan oleh beberapa ilmuwan, proses yang kompleks ini mungkin menjadi kunci untuk memahami sejarah bumi yang kaya dan berlapis-lapis. Dalam konteks ini, studi lebih dalam mengenai interaksi antara lempeng India dan Eurasia tidak hanya penting untuk bencana alam, tetapi juga memberikan gambaran yang lebih luas mengenai dinamika planet kita yang terus bergerak. Bagaimana hasil penelitian ini dapat diaplikasikan untuk mitigasi risiko gempa di masa depan menjadi isu yang layak untuk terus didiskusikan di kalangan akademisi dan praktisi.