Pendeta Buddha Desak Ubah Seragam Tahanan Oranye yang Menyerupai Jubah

Para biksu di Kamboja telah mengajukan permohonan kepada kementerian dalam negeri untuk meninjau dan mempertimbangkan perubahan warna seragam tahanan yang saat ini berwarna oranye. Menurut para biksu, warna seragam tahanan tersebut terlalu mirip dengan warna jubah yang dikenakan oleh biksu dan biarawati, yang memiliki makna spiritual dan identitas budaya yang mendalam. Permintaan ini disampaikan oleh Biksu Kamboja Khim Sorn, pemimpin Dewan Sangha Buddha Tertinggi Kamboja, dalam pernyataan yang dilontarkannya baru-baru ini.

Khim Sorn menjelaskan bahwa jubah biksu berwarna oranye tersebut diwarnai dengan kunyit, memiliki simbolisme yang mengacu pada api, kebenaran, dan pencerahan. Dia menekankan bahwa penggunaan warna yang sama pada seragam tahanan dapat menyebabkan kebingungan di masyarakat. “Jubah biksu dan biarawati di Kamboja berwarna oranye, yang sangat kita hargai. Namun, jika tahanan juga mengenakan warna yang sama, masyarakat bisa salah paham. Saya juga mengusulkan agar semua penjara tidak mengizinkan narapidana mengenakan seragam yang warnanya sama dengan jubah kami,” ujar Khim Sorn.

Pernyataan ini muncul dalam konteks baru-baru ini, ketika media sosial Kamboja diramaikan oleh foto-foto yang menunjukkan sekelompok tahanan yang dipindahkan menggunakan kendaraan polisi, mengenakan jubah oranye longgar dengan kepala dicukur, sehingga penampilan mereka sangat menyerupai para biksu Kamboja. Gambar-gambar tersebut memicu berbagai reaksi di kalangan publik, menyoroti potensi kesalahpahaman dan dampak sosial dari penggunaan warna seragam yang sama.

Sementara itu, Jenderal Nuth Savna, pejabat senior di departemen penjara di bawah kementerian dalam negeri, memberikan klarifikasi mengenai pemilihan warna oranye untuk seragam tahanan. Dalam penjelasannya, dia menyatakan bahwa penggunaan warna terang tersebut dipilih demi alasan keamanan. “Warna ini terlihat jelas dan mudah dipantau. Jika ada yang mencoba melarikan diri dari penjara, pemerintah dan masyarakat akan dengan lebih mudah mengenalinya,” terangnya.

Hingga kini, Kementerian Dalam Negeri Kamboja belum memberikan tanggapan resmi atas permintaan yang diajukan oleh para biksu. Persoalan ini menciptakan ketegangan antara aspek keamanan dan identitas budaya, yang semakin rumit dalam konteks masyarakat Kamboja yang kaya akan tradisi Buddha.

Dalam sejumlah negara, pemilihan warna seragam bagi narapidana sering kali dipandang dari perspektif yang berbeda, sehingga menciptakan tantangan dalam menentukan kesesuaian budaya dan nilai-nilai sosial. Misalnya, di beberapa tempat, warna gelap digunakan untuk tujuan menyamarkan penampilan dan menciptakan nuansa ketegangan, sementara penggunaan warna cerah seperti oranye bertujuan untuk meningkatkan tingkat visibilitas narapidana.

Kembali ke Kamboja, proposal yang diajukan oleh para biksu menunjukkan keterlibatan aktif masyarakat dalam isu-isu yang berkaitan dengan budaya dan keagamaan, serta pendekatan yang mengedepankan dialog antara institusi keagamaan dan pemerintah. Masyarakat Kamboja, yang kaya dengan tradisi dan pelajaran berharga dari sejarah, kini dihadapkan pada tantangan untuk menavigasi masa depan yang mengintegrasikan kedua aspek, yakni keamanan umum dan penghormatan terhadap identitas budaya.

Reaksi terhadap isu ini diharapkan memicu diskusi lebih luas tentang pentingnya perwakilan yang adil dalam penentuan kebijakan publik, serta perluasan dialog antarlingkup demi memahami nuansa yang ada dalam interaksi sosial di Kamboja. Dengan berbagai aspek yang terlibat, keputusan tentang perubahan seragam tahanan ini menjadi lebih dari sekadar soal warna, tetapi juga menjadi pernyataan identitas dan nilai yang dipegang oleh masyarakat Kamboja.

Back to top button