Penastri Kecam Pembungkaman Teater Payung Hitam: Wawancara Mulyono

Perkumpulan Nasional Teater Indonesia (Penastri) mengecam tindakan pembungkaman yang menimpa kelompok Teater Payung Hitam menjelang pementasan mereka yang berjudul “Wawancara dengan Mulyono”. Pertunjukan yang direncanakan berlangsung pada 15 dan 16 Februari 2025 di Studio Teater Institut Seni Budaya Bandung Indonesia (ISBI) tersebut terpaksa dibatalkan secara mendadak. Pada saat menjelang acara, pintu studio yang seharusnya digunakan untuk pementasan digembok dan baliho promosi acara dicabut sepihak oleh pihak kampus.

Rektor ISBI Bandung, Retno Dwimarwati, dalam keterangan tertulisnya mengungkapkan bahwa keputusan tersebut diambil demi menjaga kondusifitas lingkungan akademik dan mencegah segala bentuk kegiatan yang mengandung unsur Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan (SARA) serta kepentingan politik praktis. Namun, sikap Penastri menilai tindakan ini tidak sejalan dengan prinsip kebebasan berekspresi yang seharusnya dilindungi dalam lingkungan seni.

Teater Payung Hitam, yang telah aktif sejak tahun 1982, dikenal sebagai kelompok yang secara konsisten menyampaikan kritikan sosial lewat seni pertunjukan. “Wawancara dengan Mulyono” merupakan salah satu karya terbaru yang menceritakan tentang seorang jurnalis amatir, Rachman, yang melakukan wawancara dengan tokoh bernama Mulyono. Sayangnya, pementasan ini kini hanya tinggal menjadi wacana, akibat tindakan pembungkaman yang diambil oleh pihak kampus.

Penastri mengeluarkan seruan melalui akun Instagram resminya, menandaskan beberapa poin penting terhadap situasi tersebut. Pertama, mereka mengutuk semua bentuk pembatasan dan pelarangan yang mencederai kebebasan berekspresi. Pihak Penastri menegaskan bahwa seni, termasuk teater, memiliki peran penting sebagai wahana kritik sosial yang dijamin oleh konstitusi, sehingga harus dilindungi, bukan ditekan.

Selanjutnya, Penastri menuntut transparansi dan pertanggungjawaban dari pihak yang terlibat dalam keputusan untuk menggembok lokasi pementasan dan mencopot baliho. Mereka mencurigai bahwa tindakan tersebut merupakan bagian dari usaha sistematis yang bertujuan untuk membungkam ekspresi seniman, yang perlu diusut secara tuntas.

Penastri juga mendesak ISBI Bandung untuk lebih menghargai kebebasan berekspresi dan tidak menyerah pada tekanan yang dapat mengancam kebebasan artistik. Tindakan melarang atau membatasi pementasan tanpa alasan yang jelas dinilai bertentangan dengan nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi oleh institusi pendidikan seni.

Dalam upaya membangun solidaritas, Penastri mendeklarasikan seruan untuk komunitas seni, akademisi, aktivis, dan masyarakat agar bersama-sama menolak segala bentuk represi terhadap seniman. Keberpihakan pada kebebasan berekspresi, menurut Penastri, merupakan langkah penting dalam menjaga iklim demokrasi yang sehat.

Terakhir, Penastri menyerukan kepada pemerintah dan aparat penegak hukum untuk memberikan perlindungan terhadap hak berkesenian dan kebebasan berekspresi sesuai dengan amanat UUD 1945 dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. Mereka menegaskan bahwa negara seharusnya tidak tutup mata terhadap tindakan yang membatasi kebebasan berpendapat melalui seni.

Dengan pernyataan ini, Penastri menunjukkan dukungan penuh kepada Teater Payung Hitam dan seluruh pelaku seni yang menghadapi pembungkaman terhadap kebebasan berekspresi, sekaligus menegaskan komitmen untuk menjaga eksistensi teater di Indonesia sebagai arena kritik dan refleksi sosial yang penting. Tindakan pembangkapan pertunjukan ini menggugah kesadaran masyarakat akan pentingnya melindungi kebebasan seni dan perlunya refleksi kritis dalam menghadapi kenyataan sosial.

Exit mobile version