Penaklukkan Majapahit oleh Demak: Raja Terakhir Ditahan!

Raden Patah, Raja Pertama Kesultanan Demak, mencatatkan namanya dalam sejarah Nusantara dengan penaklukan Kerajaan Majapahit. Kerajaan yang pernah menjadi kekuatan dominan di wilayah tersebut akhirnya takluk di tangan pasukan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah, yang dikenal dengan sebutan Jin Bun. Penyerangan ini tidak hanya mengantarkan Demak sebagai kekuatan baru di Pulau Jawa tetapi juga menandai berakhirnya era keemasan Majapahit, yang telah berdiri selama 184 tahun.

Pada saat serangan terjadi, Bhre Kertabhumi, yang diyakini sebagai raja terakhir Majapahit, ditangkap oleh tentara Demak. Penangkapan tersebut menunjukkan bahwa pasukan Majapahit yang tersisa tidak mampu melawan serangan yang dilancarkan oleh Demak. Walaupun demikian, meskipun Majapahit sudah ditaklukkan, Raden Patah tidak menghancurkan kerajaan yang dahulu sangat disegani itu. Hal ini menjadi sorotan dalam catatan sejarah yang ada.

Namun, langkah Raden Patah untuk mengelola bekas wilayah Majapahit purna sangat miris. Dalam banyak hal, ia gagal membentuk simpati di kalangan rakyat yang beragama Hindu-Jawa. Raden Patah lebih menaruh kepercayaan kepada masyarakat Tionghoa Islam yang ada di kota-kota pelabuhan di sepanjang pesisir pantai Jawa, mengabaikan potensi yang dimiliki oleh rakyat Majapahit yang mayoritas merupakan petani dan penduduk asli.

Sejarawan Prof. Slamet Muljana dalam bukunya “Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara” menyoroti bahwa Raden Patah terlalu bergantung pada dukungan masyarakat Tionghoa, baik yang beragama Islam maupun yang tidak. Ia seakan melupakan bahwa masyarakat Jawa yang tersisa adalah kekuatan yang berharga bagi pembangunan dan pertahanan kerajaan baru Demak.

Menghadapi periode transisi yang kritis ini, Raden Patah juga kehilangan penasihat terdekatnya, Bong Swi Hoo, yang merupakan guru dan mentor yang sangat berpengaruh dalam perencanaan penaklukan Majapahit. Bong Swi Hoo meninggal pada saat penting dalam sejarah Demak, dan ketidakhadiran sosoknya membuat Raden Patah lebih sulit dalam menavigasi tantangan yang ada di depan. Respek yang diperoleh Bong Swi Hoo dari masyarakat juga tidak dapat tergantikan, sehingga membuat posisi Raden Patah semakin sulit.

Raden Patah sendiri merupakan sosok yang dibesarkan di lingkungan masyarakat Tionghoa Islam di Palembang. Pengalamannya yang terbatas dengan masyarakat Jawa-Hindu membuat pandangannya sempit, yang berimplikasi pada kebijakan dan strategi yang diambilnya. Terlahir dalam konteks yang berbeda, Raden Patah hanya mengenal masyarakat Tionghoa Islam dan mengabaikan keragaman yang ada di sekitarnya, yang pada akhirnya memperlemah legitimasi pemerintahan Demak di kalangan rakyat majapahit.

Meskipun berhasil menaklukkan Majapahit dan memanfaatkan potensi masyarakat Tionghoa yang ada, Raden Patah menghadapi tantangan besar dalam memenangkan hati bekas rakyat Majapahit. Gagalnya Raden Patah untuk menarik dukungan dari masyarakat yang sudah lama berada di bawah bayang-bayang Majapahit membuat kelangsungan Kesultanan Demak menjadi dipertanyakan dalam jangka panjang.

Penaklukan Majapahit oleh Kesultanan Demak bukan hanya mengubah peta politik di Pulau Jawa tetapi juga menandai pergeseran besar dalam sejarah Indonesia, di mana kekuatan Islam mulai mengambil tempat yang lebih dominan. Namun, dinamika sosial yang kompleks antara dua budaya yang berbeda ini menunjukkan bahwa tindakan kekuasaan tidak selalu disertai dengan kesuksesan dalam membangun legitimasi dan dukungan rakyat. Akibat dari kebijakan yang kurang bijaksana ini, masa depan Kesultanan Demak sendiri menjadi penuh tantangan, mengingat latar belakang sejarah yang terus bergulir di Nusantara.

Berita Terkait

Back to top button