![Pemerintahan Trump: Larangan Kaum Transgender untuk Di Militer AS](https://octopus.co.id/wp-content/uploads/2025/02/Pemerintahan-Trump-Larangan-Kaum-Transgender-untuk-Di-Militer-AS.jpg)
Militer Amerika Serikat baru-baru ini mengumumkan kebijakan kontroversial yang menghentikan sementara penerimaan individu transgender untuk bergabung di dalam angkatan bersenjata. Kebijakan ini, yang dilaporkan dalam sebuah memo resmi oleh Menteri Pertahanan Pete Hegseth, menyatakan bahwa militer tidak akan menerima individu dengan riwayat disforia gender. Keputusan ini menjadi langkah terbaru dalam serangkaian kebijakan pemerintah Presiden Donald Trump yang berusaha memodifikasi hak-hak transgender di dalam militer.
Dalam memo tertanggal 7 Februari 2025 yang diajukan di Pengadilan Distrik AS di Washington, D.C., Hegseth menegaskan bahwa kebijakan tersebut berlaku segera. Semua pendaftaran baru bagi individu dengan riwayat disforia gender dihentikan. “Segera berlaku, semua aksesi baru bagi individu dengan riwayat disforia gender dihentikan sementara,” tulis Hegseth. Kebijakan ini mencerminkan tren yang pernah terjadi saat pemerintahan Trump sebelumnya, di mana individu transgender juga dilarang untuk bertugas di militer.
Sebagai latar belakang, saat Joe Biden terpilih sebagai presiden pada 2021, ia membatalkan larangan tersebut, mengizinkan anggota militer transgender untuk bertugas dan memberikan akses kepada mereka untuk prosedur medis yang terkait dengan transisi gender. Namun, sejak Trump kembali menjabat pada 2025, ia menghidupkan kembali kebijakan yang membatasi hak-hak transgender, dengan alasan untuk menjaga kesiapan militer dan menghindari pengaruh ideologi gender radikal di dalam angkatan bersenjata.
Kebijakan baru ini langsung mendapatkan respon negatif dari berbagai kelompok hak asasi manusia dan organisasi pendukung LGBTQ+. Mereka mengecam keputusan tersebut sebagai sebuah langkah diskriminatif yang tidak hanya mencabut hak individu transgender untuk bertugas, tetapi juga dapat memperburuk stigmas dan marginalisasi yang sudah ada. Menurut pengkritik, kebijakan ini memaksa anggota militer transgender untuk bersembunyi dan tidak dapat hidup secara terbuka sesuai dengan identitas mereka.
Seiring dengan protes dan kritik yang muncul, sebuah survei oleh Gallup yang dirilis pada 7 Februari menunjukkan bahwa dukungan untuk anggota transgender di militer di kalangan warga AS telah menurun. Sekitar 58 persen responden mendukung keberadaan anggota militer transgender, angka ini menurun dibandingkan dengan dukungan 71 persen di tahun 2019 dan 66 persen pada tahun 2021. Penurunan ini paling terlihat di kalangan pemilih dari Partai Republik, yang tampaknya lebih ambivalen terhadap keberadaan transgender dalam angkatan bersenjata.
Saat ini, lebih dari 15.000 anggota militer transgender aktif bertugas di Angkatan Bersenjata AS. Dari jumlah tersebut, sebagian besar telah melayani dengan baik, meski menghadapi tantangan besar terkait identitas gender mereka. Perubahan kebijakan ini berpotensi membawa dampak bagi ribuan individu yang berkomitmen untuk membela negara mereka tetapi terhambat oleh batasan yang telah ditetapkan oleh pemerintah saat ini.
Kebijakan yang baru diumumkan ini menambah daftar panjang kontroversi seputar isu-isu gender di Amerika Serikat, di mana hak-hak individu transgender menjadi subjek perdebatan ideologis yang intens. Sebagai bagian dari masyarakat yang terus berubah dan berkembang, penting bagi kebijakan militer untuk mencerminkan nilai-nilai inklusivitas dan penghormatan terhadap hak asasi manusia, mengingat peran vital yang dimainkan oleh semua anggota militer, tanpa memandang identitas gender.