
Kementerian Pertanian (Kementan) Indonesia berencana menerapkan kecerdasan buatan (AI) di sektor pertanian, meniru praktik sukses yang telah diterapkan di Belanda. Dalam sebuah konferensi pers yang diadakan di Jakarta, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono mengungkapkan bagaimana negara pembuat kebijakan tersebut mengintegrasikan data untuk meningkatkan produktivitas pertanian.
Belanda, sebagai negara eksportir produk pertanian terbesar kedua di dunia, telah sukses dalam mengelola pertanian dengan memanfaatkan teknologi rumah kaca (greenhouse) dan metode pertanian vertikal (vertical farming). Sudaryono menjelaskan bahwa Belanda telah berhasil mengumpulkan berbagai komponen data, seperti informasi dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta data tentang kontur dan kesuburan tanah. Data-data ini diolah menjadi sistem AI yang memberikan rekomendasi langsung kepada para petani.
“Melalui pendekatan ini, kami berharap dapat menentukan waktu dan lokasi yang tepat bagi petani untuk menanam sayuran dan buah,” tutur Sudaryono. Salah satu manfaat utama dari penerapan AI adalah kemampuannya untuk memprediksi tingkat nutrisi tanaman dan memberikan informasi yang akurat tentang kapan seharusnya petani melakukan penanaman.
Sebagai contoh, metode penggunaan rumah kaca di Belanda memungkinkan penciptaan iklim buatan yang mengatur kelembapan dan suhu, sehingga biaya produksi tetap terjangkau. Meskipun demikian, Sudaryono menekankan bahwa Indonesia tidak akan meniru teknologi secara langsung. “Kami tidak mungkin mengadopsi sistem yang sama persis seperti Belanda karena kondisi yang berbeda. Tanpa perlu rumah kaca dan fasilitas pendingin, kami dapat mengembangkan sistem yang lebih sederhana,” jelasnya.
Universitas Wageningen, yang dikenal sebagai universitas pertanian terbaik di dunia, juga telah menjalin kerja sama dengan beberapa universitas di Indonesia, termasuk Institut Pertanian Bogor (IPB). Kerjasama ini menjadi salah satu faktor penting dalam pengembangan teknologi pertanian berbasis AI di tanah air. Sudaryono mengungkapkan bahwa saat ini, integrasi data pertanian ke dalam sistem AI sudah berada di ambang penyelesaian. IPB dan beberapa institusi lainnya seperti Pusat Data dan Teknologi Informasi Kementan, Pupuk Indonesia, dan Perum Bulog telah berkolaborasi dalam proyek ini.
Proyek ini tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dalam masa tanam dan volume pupuk, tetapi juga untuk mempermudah akses informasi bagi petani melalui penyuluh pertanian. Dengan dukungan data yang solid, petani diharapkan dapat membuat keputusan yang lebih tepat, yang pada gilirannya dapat meningkatkan hasil panen.
Pemerintah Indonesia juga mengajak sejumlah akademisi dan praktisi dari dunia pertanian untuk ikut serta dalam pengembangan sistem ini. Sudaryono mengungkapkan bahwa Kementan membawa delegasi dari beberapa universitas ternama di Indonesia dalam misi ini, termasuk Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin dan Universitas Padjajaran.
Implementasi sistem AI di sektor pertanian Indonesia diharapkan tidak hanya meningkatkan produktivitas pertanian, tetapi juga berkontribusi pada ketahanan pangan nasional. Sudaryono menekankan bahwa meskipun teknologi ini adalah langkah maju, proses untuk membangun sistem AI membutuhkan waktu dan terus belajar.
Secara keseluruhan, upaya pemerintah untuk menerapkan AI dalam sektor pertanian bukan hanya tentang meniru apa yang telah dilakukan oleh negara lain, tetapi lebih kepada adaptasi untuk kondisi lokal yang relevan. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan Indonesia dapat mengoptimalkan kekayaan sumber daya alamnya dan mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan di sektor pertanian.