Pemakzulan: Apa Itu dan Maknanya Secara Rinci?

Pemakzulan merupakan salah satu istilah penting dalam konteks ketatanegaraan Indonesia. Banyak yang bertanya-tanya, apa sebenarnya pemakzulan dan bagaimana mekanisme serta alasannya? Dalam artikel ini, kita akan membahas secara rinci mengenai makna pemakzulan, sehingga pemahaman kita pun semakin mendalam.

Pemakzulan, dari sudut pandang hukum, dapat diartikan sebagai proses untuk memberhentikan presiden atau pejabat tinggi negara sebelum masa jabatannya berakhir. Istilah “impeachment” diambil dari bahasa Inggris yang berarti tuduhan atau dakwaan. Menurut Achmad Roestandi, dalam buku Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab, pemakzulan bukanlah proses yang otomatis berujung pada pemberhentian. Di Indonesia, pemakzulan diatur oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, khususnya dalam Pasal 7A, 7B, dan 24C ayat (2), yang menyebutkan bahwa pejabat negara yang dapat di-impeach adalah Presiden, Wakil Presiden, atau keduanya.

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pemakzulan berarti berhenti memegang jabatan. Namun, istilah yang tepat dalam UUD 1945 adalah “diberhentikan”. Oleh karena itu, pemakzulan presiden adalah proses hukum untuk memberhentikan presiden berdasarkan pelanggaran tertentu.

Ada beberapa alasan yang dapat menjadi dasar pemakzulan presiden atau wakil presiden. Pasal 7A UUD 1945 menyebutkan bahwa pemberhentian dapat dilakukan atas dasar:

  • Pengkhianatan terhadap negara
  • Korupsi
  • Penyuapan
  • Tindak pidana berat lainnya
  • Perbuatan tercela
  • Tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden

Proses pemakzulan tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Mekanisme pemakzulan diatur oleh UUD 1945 dan melibatkan beberapa langkah. Pertama, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengajukan usul pemberhentian kepada MPR setelah meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa dan memutuskan adanya dugaan pelanggaran hukum. Kedua, pendapat DPR harus disetujui oleh minimal dua per tiga anggota dalam sidang paripurna. Ketiga, MK wajib memproses permohonan DPR dalam waktu 90 hari.

Jika MK memutuskan ada pelanggaran, DPR akan meneruskan usul pemberhentian kepada MPR. MPR kemudian akan menggelar sidang untuk memutuskan usul tersebut, yang harus dihadiri oleh minimal tiga per empat anggotanya, dengan keputusan disetujui oleh dua per tiga yang hadir. Proses ini bertujuan untuk menjaga kehormatan jabatan presiden dan wakil presiden.

Sejalan dengan itu, pemakzulan hanya berlaku untuk presiden dan wakil presiden yang sudah resmi menjabat. Menurut Feri Amsari, pakar Hukum Tata Negara, calon presiden atau wakil presiden terpilih yang belum dilantik tidak dapat dikenakan pemakzulan.

Sebuah contoh aktual adalah wacana pemakzulan terhadap Wakil Presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, yang belakangan ini muncul terkait dugaan gratifikasi. Namun, karena Gibran belum dilantik, mekanisme pemakzulan tidak dapat diterapkan.

Dalam konteks ketatanegaraan, pemakzulan adalah langkah yang serius dan kompleks, melibatkan berbagai pihak dan proses hukum yang ketat. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menjaga integritas dan akuntabilitas pejabat publik dalam menjalankan tugasnya. Pemakzulan bukan hanya sekadar alat politik, tetapi juga merupakan mekanisme yang diatur secara konstitusi untuk melindungi negara dan rakyat.

Berita Terkait

Back to top button