
Sekelompok pakar hak asasi manusia independen yang berafiliasi dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) baru-baru ini menyerukan kepada lebih banyak negara untuk bergabung dalam Hague Group. Koalisi ini merupakan kumpulan negara-negara yang berkomitmen untuk menegakkan akuntabilitas atas pelanggaran hukum internasional yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina. Seruan tersebut disampaikan menjelang penutupan sidang Dewan Hak Asasi Manusia PBB, dengan penekanan pada pentingnya menghormati keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) dan Mahkamah Pidana Internasional (ICC) dalam menyelesaikan konflik yang berlangsung lama ini.
Hague Group didirikan pada 31 Januari 2025 dan dipandang sebagai preseden penting bagi kerjasama internasional dalam mempertahankan supremasi hukum dan perlindungan hak asasi manusia. Para pakar PBB menekankan bahwa sistem hukum internasional berada dalam ancaman serius akibat lambannya respons komunitas global terhadap pelanggaran berat yang dilakukan oleh Israel. Mereka menegaskan, “Sistem hukum internasional berada dalam ancaman serius akibat kelambanan komunitas global menghadapi pelanggaran berat oleh Israel.”
Rangkaian pelanggaran yang dilakukan oleh Israel terhadap rakyat Palestina telah menjadi hal yang sistematis dan mengikis fondasi tatanan multilateral global serta prinsip-prinsip hukum internasional. Para pakar menuturkan bahwa kegagalan negara-negara untuk mengambil tindakan dapat mengakibatkan kemunduran besar bagi sistem multilateral global. “Perlindungan sistem hak asasi manusia internasional menuntut tindakan yang tegas, berprinsip, dan terkoordinasi,” ujar mereka.
Dalam opini Penasihat ICJ yang dirilis pada Juli 2024, Mahkamah tegas menyatakan bahwa hak penentuan nasib sendiri rakyat Palestina hanya dapat dicapai melalui penarikan penuh dan tanpa syarat Israel dari wilayah pendudukan. Namun, delapan bulan setelah opini tersebut, mayoritas negara belum memenuhi kewajiban hukum mereka. Para pakar memperingatkan bahwa pengabaian ini bisa membuat negara-negara terkait turut bertanggung jawab atas pelanggaran hukum internasional.
Meskipun demikian, para pakar mengapresiasi beberapa langkah positif yang telah diambil oleh berbagai negara, antara lain:
– Gugatan yang diajukan oleh Afrika Selatan dan Nikaragua terhadap Israel di ICJ.
– Pelimpahan kasus Palestina ke ICC oleh negara-negara seperti Afrika Selatan, Bangladesh, Bolivia, Komoro, Djibouti, Chili, dan Meksiko.
– Dukungan terhadap surat perintah penangkapan ICC terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant.
– Pengakuan resmi negara Palestina oleh negara-negara seperti Irlandia, Norwegia, Spanyol, Jamaika, dan Slovenia.
Negara-negara pendiri Hague Group, termasuk Bolivia, Kolombia, Kuba, Honduras, Malaysia, Namibia, Senegal, dan Afrika Selatan, berkomitmen untuk melaksanakan langkah-langkah sementara ICJ dalam kasus Afrika Selatan vs Israel, mematuhi dan menindaklanjuti surat perintah penangkapan ICC, serta mendorong mekanisme internasional untuk memberikan keadilan bagi rakyat Palestina.
Para pakar PBB menekankan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan oleh pengambil kebijakan di tingkat global. Hague Group dianggap sebagai titik awal penting dalam membangun kembali kepercayaan terhadap sistem hukum internasional dan penegakan hak asasi manusia yang adil dan setara bagi semua bangsa.
Sebagai tambahan informasi, penting untuk dicatat bahwa sistem hukum internasional berfungsi untuk melindungi hak asasi manusia dan menegakkan keadilan. Namun, tantangan besar tetap ada, terutama dalam menanggapi pelanggaran yang terjadi dalam konteks konflik Israel-Palestina. Aksi kolektif dan tegas dari komunitas internasional menjadi sangat mendesak untuk menghentikan siklus impunitas yang telah berlangsung lama ini dan memastikan bahwa hukum internasional ditegakkan untuk semua pihak yang terlibat.