Optimisme Kinerja Bank 2025: Risiko Mengintai di Awal Tahun

Optimisme terhadap kinerja perbankan di Indonesia mulai menguat menjelang kuartal pertama tahun 2025. Momentum bulan Ramadan hingga hari raya Idulfitri diperkirakan akan memberi dorongan positif terhadap kinerja intermediasi bank. Namun, di balik optimisme tersebut, terdapat sejumlah risiko, terutama terkait peningkatan kredit bermasalah yang perlu diwaspadai.

Hasil dari Survei Orientasi Bisnis Perbankan OJK (SBPO) Triwulan I/2025 menunjukkan bahwa para pelaku industri perbankan cukup percaya diri tentang kinerja mereka. Hal ini tercermin dari Indeks Orientasi Bisnis Perbankan (IBP) yang mencapai angka 66, menempatkannya di zona optimistis. Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa optimisme ini didorong oleh ekspektasi terhadap stabilitas kondisi makroekonomi serta berlanjutnya peningkatan intermediasi bank.

Dian menambahkan bahwa keyakinan terhadap stabilitas makroekonomi domestik mengangkat Indeks Ekspektasi Kondisi Makroekonomi (IKM) ke level optimis sebesar 53. Hal ini didorong oleh prediksi bahwa kondisi makroekonomi domestik akan tetap stabil dan penurunan BI-Rate yang diharapkan. Ditambah dengan komponen indeks lain seperti Indeks Persepsi Risiko (IPR) dan Indeks Ekspektasi Kinerja (IEK) yang juga menunjukkan tanda-tanda optimisme, para responden percaya bahwa ekonomi Indonesia di tahun 2025 akan tumbuh dengan stabil.

Berbagai bank, termasuk PT Bank Central Asia Tbk. (BCA), menilai bahwa kinerja industri perbankan akan sejalan dengan kondisi perekonomian. BCA berkomitmen untuk terus fokus pada fundamental bisnis dan mengambil langkah yang prudensial dalam menghadapi dinamika ekonomi. EVP Corporate Communication & Social Responsibility BCA, Hera F. Haryn, menyatakan bahwa BCA akan mendorong penyaluran kredit ke berbagai sektor, mulai dari korporasi hingga UMKM.

Meskipun demikian, tantangan tetap ada. Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk. (BNGA), Lani Darmawan, menyampaikan bahwa meskipun permintaan kredit di segmen UMKM menunjukkan pertumbuhan, bank masih menghadapi biaya dana yang tinggi. “Margin keuntungan bank masih ketat, sehingga perbaikan performa keuangan belum tampak,” ujarnya.

Sementara itu, di tengah optimisme tersebut, pengamat perbankan Paul Sutaryono mengingatkan pentingnya manajemen risiko yang memadai. Dia menekankan bahwa keyakinan yang ada sangat tergantung pada faktor musiman, seperti bulan Ramadan dan kewajiban pemberian tunjangan hari raya (THR) kepada para pekerja. “Bank harus lebih selektif dalam memberi kredit dan tidak hanya berorientasi pada pencapaian target,” tambahnya.

Pentingnya manajemen risiko tidak hanya terbatas pada risiko kredit. Sutaryono juga menekankan perlunya menambah modal bank guna menangkis risiko pasar, operasional, dan likuiditas. Rasio kredit bermasalah di beberapa bank, termasuk BCA yang mencatat rasio NPL sebesar 1,8% dan loan at risk (LAR) sebesar 5,3%, menunjukkan bahwa meskipun ada perbaikan, bank tetap harus berhati-hati dalam penyaluran kredit.

Momentum perayaan Ramadan dan Idulfitri diharapkan dapat meningkatkan transaksi nasabah, baik bagi bank konvensional maupun bank digital seperti PT Bank Jago Tbk. (ARTO). Hal ini dijelaskan oleh Head of Sharia Business Bank Jago, Waasi Sumintardja, yang menyebutkan bahwa berbagai program kampanye diharapkan mampu meningkatkan transaksi di segmen pembiayaan dan pendanaan.

Dalam menghadapi kompleksitas dan dinamika di sektor perbankan pada awal 2025, ekspektasi pertumbuhan tetap diharapkan, seiring dengan penanganan risiko yang tertata dan responsif terhadap kondisi yang ada. Kolaborasi antara optimisme dan kehati-hatian penting untuk memastikan pertumbuhan yang berkelanjutan bagi industri perbankan nasional.

Back to top button