
Internet kini menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Kehadirannya telah memberikan dampak signifikan bagi aspek ekonomi dan sosial masyarakat. Menurut hasil penelitian Interactive Advertising Bureau (IAB) dan Harvard Business School pada 2020, kontribusi ekonomi internet mencapai US$2,45 triliun (11,57%) dari total PDB Amerika Serikat yang berjumlah US$21,18 triliun. Penelitian McKinsey Global Institute menunjukkan bahwa pada periode 2009-2010, internet megakibatkan pertumbuhan PDB hingga 21% di negara-negara ekonomi maju.
Namun, tidak hanya negara-negara maju yang merasakan dampaknya. Di Indonesia, penetrasi internet terus meningkat. Data dari Kementerian Komunikasi dan Digital menyebutkan bahwa 221 juta orang atau sekitar 79,5% dari total populasi Indonesia telah terhubung dengan internet. Ini menempatkan Indonesia di posisi yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata penetrasi internet global, yang menurut Datareportal pada Januari 2023 mencapai 67,9%.
Meskipun demikian, kecepatan internet di Indonesia masih menjadi perhatian utama. Berdasarkan laporan dari Speedtest Global Index, kecepatan internet rata-rata di Indonesia hanya mencapai 40,44 Mbps untuk mobile dan 32,13 Mbps untuk fixed broadband. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN, seperti Kamboja yang mencatat 47,06 Mbps untuk mobile dan 46,89 Mbps untuk fixed broadband. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun jumlah pengguna internet tinggi, kecepatan internet yang rendah dapat menghambat produktivitas dan inovasi, terutama bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Presiden Prabowo Subianto telah menetapkan peningkatan akses internet berkecepatan tinggi dan digitalisasi sebagai bagian dari arah pembangunan nasional. Upaya ini diharapkan tidak hanya mendukung pertumbuhan ekonomi tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama di daerah terpencil. Program pembangunan infrastruktur digital dan teknologi harus dijalankan merata di semua kabupaten dan kota, guna memastikan tidak ada desa yang tertinggal dalam akses internet.
Namun, selain berkaitan dengan akses dan kecepatan, tantangan lain yang dihadapi adalah harga langganan internet. Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2024 mengungkapkan bahwa lebih dari 81,53% pengguna internet di Indonesia mengeluarkan biaya akses kurang dari Rp100.000 per bulan. Dengan harga yang relatif tinggi, keberhasilan program internet murah dan berkecepatan tinggi sangat bergantung pada sinergi antara penyedia layanan dan pemerintah.
Untuk meningkatkan dampak positif dari internet, pemerintah juga perlu fokus pada peningkatan literasi digital masyarakat. Saat ini, Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) hanya mencapai skor 43,34 pada 2024, yang menunjukkan bahwa literasi digital di Indonesia masih dalam kategori cukup tetapi perlu ditingkatkan. Hal ini penting agar masyarakat tidak hanya mampu mengakses internet, tetapi juga dapat memanfaatkannya untuk hal-hal yang produktif dan memberikan nilai tambah.
Peningkatan literasi digital dapat dilakukan melalui berbagai program pelatihan dan sosialisasi yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Dengan pendekatan ini, diharapkan pemanfaatan internet akan lebih maksimal, sehingga masyarakat dapat berkontribusi dalam perekonomian digital yang semakin berkembang.
Dalam konteks ini, penting bagi pemerintah dan semua pemangku kepentingan untuk terus bekerja sama dalam mewujudkan akses internet yang lebih baik dan mampu meningkatkan literasi digital masyarakat. Kombinasi antara internet murah dan peningkatan literasi digital dapat memberikan kesempatan yang lebih besar bagi masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup dan mendorong inovasi dalam berbagai sektor. Dengan demikian, kita tidak hanya melihat euforia pemanfaatan internet, tetapi juga implementasi yang memberikan keuntungan nyata bagi masyarakat dan perekonomian nasional.