Nosuta: Startup WNI Sambungkan Talenta Muda ke Industri Kehutanan Jepang

Fukuoka, Octopus – Inovasi dalam dunia kerja internasional semakin terlihat dengan munculnya Nosuta, startup yang didirikan oleh dua profesional asal Indonesia, Viko Gara dan Aril Aditian. Dalam upaya menjembatani antara potensi talenta muda Indonesia dan kebutuhan industri kehutanan Jepang, Nosuta berfokus pada penyediaan peluang bagi mahasiswa kehutanan dari Indonesia untuk berkarier di Jepang, di tengah kekurangan tenaga ahli yang terjadi di negara tersebut.

Nosuta resmi berdiri di Fukuoka, Jepang, berkat dukungan program Startup Visa dari Pemerintah Kota Fukuoka. Viko dan Aril sebelumnya sudah memiliki pengalaman signifikan dalam dunia startup di Indonesia, termasuk terlibat dalam pengembangan aplikasi e-money yang berhasil meraih lebih dari 5 juta pengguna dengan pengakuan sebagai Google Play App of the Year 2022 dalam kategori everyday essentials. “Selama 10 tahun terakhir, kami telah mempelajari cara menemukan product-market-fit di berbagai industri, dan sekarang kami ingin memadukan latar belakang pendidikan kehutanan kami untuk menjawab tantangan di sektor kehutanan Jepang,” ungkap Viko, yang menjabat sebagai CEO dan Co-founder Nosuta.

Data memperlihatkan bahwa industri kehutanan Jepang memerlukan sekitar 20.000 tenaga kerja terampil. Di sisi lain, Indonesia setiap tahunnya meluluskan sekitar 9.000 sarjana di bidang kehutanan dan bidang terkait, banyak di antara mereka yang belum menemukan pekerjaan. Dengan tujuan untuk mempertemukan kebutuhan tersebut, Nosuta percaya bahwa kolaborasi ini akan memberikan manfaat bagi kedua belah pihak; industri kehutanan Jepang akan mendapatkan tenaga kerja yang kompeten, dan mahasiswa Indonesia akan memiliki kesempatan untuk menjadi bagian dari pasar kerja internasional.

Salah satu program unggulan yang diusung Nosuta adalah konsep ‘Operator Universitas Virtual’ yang menyediakan kurikulum satu tahun bagi mahasiswa kehutanan tingkat akhir. Program ini diujicobakan di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dengan hasil yang positif. Kurikulum tersebut mencakup pelatihan praktis tentang pengelolaan hutan di Jepang, pelatihan bahasa Jepang yang intensif, serta akses ke perusahaan-perusahaan kehutanan yang membutuhkan tenaga kerja.

“Dengan kerja sama ini, kami ingin memastikan mahasiswa kami tidak hanya memahami ilmu pengetahuan, tetapi juga siap untuk memasuki dunia kerja internasional,” tegas Galit Prakosa, Kepala Departemen Kehutanan UMM. Program ini diintegrasikan dengan SKS akademik mahasiswa tanpa biaya tambahan, sehingga tidak memberatkan mereka.

Kondisi tenaga kerja di sektor kehutanan Jepang juga menarik untuk dicermati. Pada tahun 2022, jumlah tenaga kerja yang tersisa hanya sekitar 42 ribu orang, jauh lebih sedikit dibandingkan era 1980-an, di mana angka tersebut masih berada di atas 130 ribu. Hal ini berimbas pada pengelolaan hutan, yang sangat memerlukan tenaga terampil, terutama mengingat sekitar 64% hutan tanaman di Jepang telah berusia di atas 50 tahun.

Melalui berbagai program dan dukungan dari Pemerintah Kota Fukuoka, Nosuta berkomitmen untuk menyediakan solusi inovatif yang membuka pintu bagi talenta muda dari Indonesia. Shun Ono, perwakilan Global Business Support di Fukuoka, menggambarkan Nosuta sebagai startup pionir yang menyoroti krisis tenaga kerja di sektor kehutanan Jepang. “Kami memiliki harapan dan ekspektasi yang tinggi terhadap Nosuta,” katanya.

Setelah berhasil menjalankan program perdana, Nosuta berencana memperluas jangkauan kerjasama dengan universitas-universitas lain di Indonesia dan Asia Tenggara. Dengan visi misi yang jelas, Nosuta optimis dapat menciptakan lebih banyak peluang bagi mahasiswa kehutanan Indonesia dan berkontribusi pada kelestarian hutan di Jepang melalui pemanfaatan tenaga kerja muda yang profesional.

Dengan dukungan ekosistem startup yang berkembang pesat di Fukuoka serta jaringan industri kehutanan yang kuat, Nosuta berambisi untuk terus mengembangkan program yang berkelanjutan. Langkah ini tidak hanya akan berdampak positif bagi mahasiswa Indonesia tetapi juga bagi industri kehutanan Jepang yang semakin membutuhkannya.

Berita Terkait

Back to top button