Nilai tukar rupiah mengalami penurunan pada awal sesi perdagangan Senin, 28 April 2025. Berdasarkan data dari Bloomberg, rupiah tercatat melemah 27,5 poin atau 0,16% ke level Rp 16.857 per dolar AS hingga pukul 09.25 WIB. Pelemahan ini menjadi sorotan karena terkait dengan ketidakpastian yang melanda hubungan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Menurut Ariston Tjendra, Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, salah satu faktor utama yang mendorong penurunan ini adalah perkembangan terbatas dari negosiasi tarif yang tengah berlangsung antara kedua negara besar tersebut. “Tekanan terhadap rupiah masih berlanjut akibat penguatan dolar AS. Pasar merespons negatif kabar bahwa negosiasi antara AS dan China belum berjalan dengan baik,” ujarnya, sebagaimana dikutip dari Antara.
Sebelumnya, pada Kamis, 24 April 2025, Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa proses dialog perdagangan dengan China masih berlangsung. Namun, pernyataan tersebut disanggah oleh pemerintah China. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Guo Jiakun, menegaskan bahwa tidak ada konsultasi atau negosiasi terkait tarif yang dilakukan dengan pihak AS dan meminta agar AS tidak menyebarkan kebingungan. Guo menyarankan agar perundingan dilakukan berdasarkan prinsip kesetaraan dan saling menghormati.
Dalam konteks ini, pasar masih menunggu kejelasan lebih lanjut terkait negosiasi tersebut. Meskipun terdapat kemungkinan pelunakan sikap dari AS, hal ini belum cukup untuk meredakan kekhawatiran investor yang berimbas pada fluktuasi nilai tukar. Ariston menambahkan bahwa dengan kondisi saat ini, nilai tukar rupiah diperkirakan masih berpotensi tertekan, dengan kisaran menuju Rp 16.880 per dolar AS, dan level support diperkirakan berada di sekitar Rp 16.800 per dolar AS.
Kondisi ini menunjukkan dampak dari faktor eksternal terhadap nilai tukar rupiah yang dapat memengaruhi stabilitas ekonomi domestik. Biang keladi ketidakpastian ini memberi sinyal bagi pelaku pasar untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi. Ekspektasi terhadap hasil negosiasi yang jelas dan positif diharapkan bisa membawa pengaruh yang lebih menguntungkan bagi nilai tukar rupiah ke depannya.
Penguatan dolar AS di tengah situasi ini pun semakin memperburuk keadaan rupiah. Dolar yang lebih kuat cenderung menekan nilai tukar mata uang lainnya, termasuk rupiah. Oleh karena itu, penting bagi pemangku kebijakan di dalam negeri untuk memantau dan menanggapi perkembangan situasi ini dengan strategis.
Pergerakan nilai tukar mata uang dengan ketidakpastian politik dan ekonomi global, terutama antara AS dan China, menjadi perhatian utama bagi banyak investor. Pelaku pasar diharapkan tetap waspada dan terus mengikuti perkembangan terbaru agar dapat mengambil langkah yang tepat dalam menghadapi situasi yang dinamis ini.
Sementara itu, bagi masyarakat luas, fluktuasi nilai tukar ini dapat memengaruhi harga barang impor dan daya beli, sehingga dampaknya bukan hanya dirasakan oleh sektor keuangan, tetapi juga secara langsung oleh semua lapisan masyarakat. Bagaimana kemudian langkah pemerintah serta kebijakan moneter yang diambil untuk merespons situasi ini menjadi aspek yang tak kalah penting untuk dipantau.