
Myanmar baru-baru ini diguncang oleh gempa bumi berkekuatan 7,7 skala Richter yang terjadi pada Jumat siang, menyebabkan bencana besar yang mengakibatkan lebih dari 2.000 orang tewas dan ribuan lainnya terluka atau masih hilang di bawah reruntuhan bangunan. Dalam situasi yang penuh kepanikan dan kesedihan tersebut, sebuah video yang viral di media sosial menyajikan kisah penyelamatan yang menakjubkan.
Video itu menunjukkan seorang wanita tua bersama dua cucunya yang terjebak dalam kantong udara kecil di bawah reruntuhan rumah mereka. Kedua gadis remaja dalam video tersebut terlihat berteriak meminta pertolongan, seraya menggunakan pisau mentega untuk mengetuk beton yang menimpa mereka dalam usaha menarik perhatian tim penyelamat. Setelah 15 jam terjebak, nenek dan cucunya akhirnya berhasil diselamatkan dan dibawa ke tempat yang lebih aman.
Kisah penyelamatan ini bukanlah yang terisolasi. Di lokasi lain, dua wanita juga mengalami nasib serupa, terperangkap selama lima jam di bawah reruntuhan hotel di Mandalay. Dalam kegelapan total, keduanya bertahan hidup hanya dengan menggunakan cahaya dari ponsel mereka hingga berhasil ditemukan oleh tim penyelamat. Salah satu dari mereka menyatakan bahwa pengalaman itu memberikan pelajaran berharga tentang hidup. “Kami belajar bahwa tidak ada yang abadi, dan yang terpenting adalah menjalani hidup dengan bahagia serta berbuat baik,” ujarnya.
Namun, di balik kisah-kisah haru penyelamatan tersebut, dampak tragedi ini menimbulkan kerugian yang sangat besar. Menurut laporan, sekitar 200 biksu Buddha menjadi korban saat biara mereka runtuh, sedangkan 50 anak kecil kehilangan nyawa ketika ruang kelas prasekolah mereka tertimpa reruntuhan. Selain itu, lebih dari 700 umat Muslim juga dilaporkan menghadapi nasib yang sama saat beribadah di masjid pada saat terjadinya gempa.
Sementara itu, upaya penyelamatan dan bantuan kemanusiaan terhambat oleh kondisi politik yang rumit dan infrastruktur yang hancur. Perang saudara yang masih berlangsung setelah kudeta militer pada tahun 2021 menyebabkan akses ke daerah-daerah yang paling parah terdampak menjadi semakin sulit. Kerusakan pada jalan dan jembatan, serta kontrol ketat atas komunikasi oleh junta militer, memperlambat distribusi bantuan bagi para penyintas.
Badan PBB melaporkan bahwa masyarakat di wilayah terdampak sangat kesulitan mendapatkan kebutuhan dasar seperti air bersih dan layanan sanitasi. Tim darurat bekerja keras tidak hanya untuk menemukan korban selamat namun juga untuk memberikan bantuan medis kepada mereka yang membutuhkan. Komite Penyelamatan Internasional (IRC) menekankan pentingnya penyediaan tenda bagi para korban, karena banyak warga yang memilih tidur di luar, di jalan, atau di lapangan terbuka karena ketakutan akan gempa susulan.
Gempa bumi ini menjadi yang terkuat yang melanda Myanmar dalam lebih dari satu abad, merobohkan berbagai bangunan penting termasuk pagoda kuno dan bangunan modern. Laporan awal menyebutkan bahwa jumlah total korban tewas telah mencapai 2.065 orang, dengan lebih dari 3.900 orang terluka dan sedikitnya 270 orang masih hilang. Saat ini, tim penyelamat terus berupaya mencari tanda-tanda kehidupan di antara reruntuhan yang menakutkan, sementara bantuan internasional mulai diberikan untuk membantu Myanmar menghadapi salah satu bencana terburuk dalam sejarahnya.
Bencana ini tidak hanya mengungkapkan kekuatan alam tetapi juga kekuatan harapan dan ketahanan manusia dalam menghadapi kesulitan. Meskipun bencana telah menimbulkan kedukaan yang mendalam, semangat untuk bertahan hidup dan menyelamatkan satu sama lain tetap menjadi cahaya pengharapan bagi masyarakat Myanmar.