Momen Pajak Rakyat: Dari Pesta Mewah ke Istana Majapahit

Pajak rakyat pada masa Kerajaan Majapahit ternyata memiliki peran vital dalam pembangunan dan perayaan yang mewah. Seluruh pajak yang dikumpulkan dari daerah dikirimkan ke pusat melalui pegawai dan pendeta, yang tidak hanya berfungsi mengumpulkan upeti, tetapi juga menyampaikan laporan situasional mengenai daerah yang mereka kunjungi.

Para pegawai pajak ini, yang diutus oleh pemerintah kerajaan, diharuskan untuk menjalankan tugas dengan integritas. Dengan peraturan yang ketat, mereka dilarang keras untuk mencari keuntungan pribadi demi menjaga keutuhan tugas negara. Keamanan dalam perjalanan mereka dijamin oleh angkatan laut, sehingga proses pengumpulan pajak dapat dilakukan dengan lancar dan tanpa gangguan. Hal ini menciptakan rasa takut di kalangan para pembesar daerah, yang pada gilirannya mendukung kelancaran pengiriman upeti ke pusat.

Dalam buku “Tafsir Sejarah Nagarakretagama,” sejarawan Prof. Slamet Muljana menjelaskan dengan rinci proses penyerahan harta kekayaan yang terkumpul melalui pajak. Harta-harta ini tidak hanya menjadi kekayaan raja, tetapi juga digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran istana. Oleh karena itu, pembangunan istana dan gedung bagi para pembesar menjadi sangat mungkin. Bahkan, raja mengadakan pesta-pesta besar yang meriah, baik untuk kepentingan keluarga maupun untuk merayakan momen-momen penting sepanjang tahun, di mana rakyat juga turut menikmati.

Momen-momen ini menjadi tradisi yang menampilkan kemewahan dan keagungan kerajaan, mencerminkan keadaan sosial dan ekonomi masyarakat yang subur makmur. Kekayaan raja dikenal berlimpah, tercermin dari jumlah abdi, harta benda, serta hewan angkutan seperti gajah dan kuda yang bahkan diibaratkan seperti samudera luas.

Tak hanya dalam hal domestik, hubungan perdagangan Majapahit dengan negara-negara asing pun semakin berkembang. Pelabuhan-pelabuhan seperti Tuban, Gresik, dan Surabaya mencatatkan banyak aktivitas perdagangan dengan pedagang dari luar, termasuk pedagang Cina. Ma Huan, seorang pedagang asal Cina yang mengunjungi Majapahit pada tahun 1413, melaporkan tentang kemeriahan pelabuhan yang ramai dikunjungi para pedagang, yang mengindikasikan kemakmuran ekonomi yang ada di kerajaan pada waktu itu. Barang-barang dagangan berkualitas tinggi diperjualbelikan di sana, dan mutu barang-barang dari luar negeri semakin menjadi primadona di kalangan pedagang lokal.

Proses pengumpulan pajak yang terorganisir ini membawa dampak signifikan terhadap perkembangan infrastruktur dan pertumbuhan ekonomi kerajaan. Dalam berbagai laporan yang dibawa oleh pegawai pajak dan pendeta, informasi mengenai kondisi dan kebutuhan daerah menggunakan upeti sangat berharga bagi pengambilan keputusan pusat. Keterlibatan rakyat dalam perayaan dan pesta yang diadakan oleh raja juga menggambarkan hubungan simbiosis antara penguasa dan rakyat. Semangat kebersamaan ini semakin memperkuat ikatan masyarakat Majapahit.

Melalui pengelolaan pajak yang efisien dan transparent, Kerajaan Majapahit berhasil mencapai kemakmuran dan keagungan yang patut dicontoh, menjadikannya salah satu kerajaan yang paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Praktik pengumpulan pajak yang ketat dan terencana ini menjadi salah satu faktor penting dalam perkembangan sosial, ekonomi, dan budaya pada masa itu, serta menetapkan standar yang bisa dijadikan rujukan bagi pemerintahan modern. Dengan demikian, pajak rakyat tidak hanya dihimpun untuk kepentingan fisik belaka, tetapi juga untuk menciptakan budaya yang penuh warna dan hubungan yang harmonis dalam masyarakat.

Berita Terkait

Back to top button