Bisnis

Modal Jadi Tantangan Utama Bisnis Bank Emas, Asosiasi Multifinance

Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menegaskan bahwa modal menjadi tantangan utama bagi perusahaan pembiayaan yang ingin memasuki bisnis bank emas. Dalam keterangannya, Ketua APPI Suwandi Wiratno menyampaikan beberapa kendala yang dihadapi oleh lembaga jasa keuangan (LJK) dalam meraih peluang di sektor ini, terutama terkait persyaratan modal yang tinggi sesuai regulasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Regulasi yang mengatur kegiatan usaha bulion di Indonesia, yaitu Peraturan OJK (POJK) Nomor 17 Tahun 2024, menetapkan bahwa setiap LJK yang beroperasi di sektor ini wajib memiliki ekuitas minimum sebesar Rp14 triliun. Menurut Suwandi, syarat modal yang terlalu besar menciptakan hambatan yang signifikan bagi perusahaan multifinance untuk berpartisipasi dalam usaha budion. "Modal terlalu besar. Sepertinya susah bagi multifinance karena modal minimal harus Rp14 triliun," ungkapnya dalam wawancara pada Selasa (11/2/2025).

Bisnis bank emas di Indonesia merupakan sektor yang relatif baru dengan sendi hukum yang baru saja ditetapkan, dan hingga saat ini, PT Pegadaian menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki izin untuk beroperasi di bidang ini. Dalam konteks ini, Suwandi juga menyoroti bahwa ekosistem usaha bulion masih dalam tahap pengembangan menuju penyempurnaan. "Kembali lagi, berat," tegasnya ketika ditanya tentang potensi keterlibatan perusahaan pembiayaan di sektor bulion dalam beberapa tahun mendatang.

Kepala Departemen Pengaturan dan Pengembangan Lembaga Pembiayaan OJK, Ahmad Nasrullah, juga mengakui bahwa usaha bulion di Indonesia merupakan pengalaman baru yang membuat banyak LJK berpikir dua kali untuk berinvestasi. Ia mencatat bahwa bahkan Bank BCA, salah satu bank terkemuka di Indonesia, masih meragukan kelayakan bisnis ini. "Sekelas Pak Jahja [Presiden Direktur BCA Jahja Setyaatmadja] saja, banker, masih ragu kan, bicara [mempertimbangkan] spread, bicara demand ada atau tidak," jelas Ahmad.

Meskipun demikian, Ahmad optimis bahwa usaha bulion di Indonesia memiliki potensi besar. Keyakinan ini mencerminkan latar belakang pemerintah yang ingin memperkuat sektor keuangan melalui Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) yang akhirnya melahirkan POJK 17/2024. "Betul [banyak pemain bank]. Ini kan bisnis baru, makannya di POJK dipasang kebutuhan modalnya tinggi karena potensi risikonya sangat besar," tambah Ahmad.

Dalam konteks perkembangan sektor bulion, terdapat beberapa alasan mengapa tantangan modal ini menjadi perhatian utama:

  1. Persyaratan Modal Tinggi: Dengan ekuitas minimum sebesar Rp14 triliun, banyak perusahaan yang terpaksa memilih untuk tidak berpartisipasi dalam usaha bulion.

  2. Risiko Bisnis yang Besar: OJK menetapkan persyaratan modal yang tinggi sebagai respons terhadap potensi risiko besar yang mungkin timbul dari usaha bulion.

  3. Keterbatasan LJK: Saat ini, hanya sedikit LJK yang mampu memenuhi persyaratan modal yang ditetapkan, sehingga membatasi kompetisi dan inovasi dalam sektor bulion.

  4. Keterlibatan Bank Besar: Bank-bank besar seperti BCA juga menunjukkan kehati-hatian dalam memasuki sektor ini, yang menandakan bahwa bisnis bulion membutuhkan lebih dari sekadar modal; diperlukan juga pemahaman pasar yang mendalam.

Melihat ketidakpastian dan tantangan yang ada, perdebatan mengenai prospek masa depan sektor bulion di Indonesia masih akan berlanjut. Potensi besar di bidang ini menjadi daya tarik bagi LJK, namun persyaratan modal yang tinggi akan menjadi penghalang yang sulit dilewati oleh banyak perusahaan, khususnya di sektor multifinance. Dalam menghadapi kondisi ini, kerjasama antara pemerintah, asosiasi, dan lembaga keuangan lainnya akan krusial untuk merumuskan strategi yang memadai agar sektor bulion dapat berkembang dengan pesat dan berkelanjutan.

Nadia Permata adalah seorang penulis di situs berita octopus.co.id. Octopus adalah platform smart media yang menghadirkan berbagai informasi berita dengan gaya penyajian yang sederhana, akurat, cepat, dan terpercaya.

Berita Terkait

Back to top button