
NASA dan Badan Antariksa Korea Selatan (KASA) telah secara resmi menjalin kemitraan untuk misi Artemis 2 yang akan membawa satelit kecil berbentuk kubus milik Korea Selatan. Misi ini diharapkan memberikan kontribusi signifikan terhadap pemahaman tentang radiasi kosmik di luar angkasa dan dampaknya pada astronot.
Satelit yang diberi nama K-RadCube ini akan dipasang pada adaptor panggung Orion, yang berada di antara roket Space Launch System (SLS) dan wahana antariksa Orion yang berawak. K-RadCube seberat 19 kilogram ini dirancang untuk memantau radiasi kosmik, terutama ketika astronot melintasi sabuk radiasi Van Allen yang terletak lebih dari 1.000 kilometer di atas Bumi. Dalam upaya ini, Institut Sains Astronomi dan Antariksa Korea memimpin proyek pengembangan satelit dengan kerja sama dari Nara Space Technology Inc., sebuah perusahaan rintisan antariksa Korea.
Misi Artemis 2 bukan hanya sekadar peluncuran, tetapi juga mencakup berbagai tahap, mulai dari persiapan hingga pembuangan yang berfokus pada keberlanjutan. KASA dan NASA berharap dapat memanfaatkan data ilmiah yang dikumpulkan selama misi ini untuk berbagai penelitian lanjutan. Sebagai bagian dari kemitraan ini, NASA tidak hanya akan meluncurkan K-RadCube, tetapi juga menyediakan lingkungan on-board dengan antarmuka yang disesuaikan untuk mendukung operasional satelit.
KASA menyatakan rencananya untuk menyerahkan K-RadCube kepada NASA pada Juli 2025, sebelum integrasi satelit ke dalam wahana antariksa Orion yang dijadwalkan untuk diluncurkan pada April 2026. Peluncuran Artemis 2 akan menandai misi berawak pertama ke bulan sejak Apollo 17 pada tahun 1972. Misi ini sangat krusial, tidak hanya bagi ambisi luar angkasa Amerika tetapi juga bagi kolaborasi internasional dalam eksplorasi ruang angkasa.
Sebagai bagian dari persiapan misi, KASA dan NASA juga membahas detail teknis terkait peluncuran dan operasi penerbangan, dengan harapan semua prosedur dapat dijalankan dengan baik. Ini menunjukkan komitmen kedua badan antariksa untuk berkolaborasi dalam mengeksplorasi dan memahami lebih dalam mengenai kondisi luar angkasa, khususnya terkait dengan radiasi kosmik yang dapat mempengaruhi kesehatan astronot saat menjalani misi di luar angkasa.
Misi Artemis 2 berisikan harapan tinggi, baik dalam konteks ilmiah maupun teknologi. Dengan keikutsertaan Korea Selatan melalui K-RadCube, diharapkan akan ada kemajuan dalam pengumpulan data radiasi yang lebih akurat dan komprehensif. Data ini tidak hanya penting untuk misi Artemis 2, tetapi juga berpotensi untuk misi masa depan yang lebih jauh, termasuk potensi eksplorasi Mars dan luar angkasa yang lebih dalam.
Secara keseluruhan, kerjasama antara NASA dan KASA dalam misi Artemis 2 adalah langkah maju dalam eksplorasi luar angkasa berkelanjutan. Melalui integrasi teknologi satelit dan ilmuwan dari berbagai negara, misi ini akan membuka peluang untuk penelitian yang lebih luas dan pemahaman yang lebih baik mengenai radiasi kosmik serta dampaknya. Keterlibatan Korea Selatan dalam misi ini juga menunjukkan pentingnya kolaborasi internasional dalam penelitian dan eksplorasi luar angkasa.