
Microsoft mengumumkan penundaan pembangunan data center di beberapa negara, termasuk Inggris dan Australia. Keputusan ini muncul di tengah kekhawatiran yang melanda perusahaan mengenai kecepatan pembangunan infrastruktur pusat data yang berpotensi berdampak negatif terhadap strategi jangka panjang mereka. Penundaan ini juga bertepatan dengan kebijakan tarif timbal balik yang dikenakan oleh pemerintahan Presiden AS Donald Trump terhadap puluhan negara, yang dapat memicu ketidakstabilan di sektor teknologi dan ekonomi global.
Sumber Bloomberg melaporkan bahwa Microsoft menghentikan pembicaraan untuk membangun lokasi data center di Inggris, Australia, serta beberapa negara bagian di Amerika Serikat, seperti North Dakota, Wisconsin, dan Illinois. Seorang juru bicara perusahaan mengonfirmasi bahwa meskipun rencana pembangunan pusat data telah ada sebelumnya, perusahaan memilih untuk menunda konstruksi demi menjalankan strategi fleksibilitas.
Sebelum penundaan ini, Microsoft telah merencanakan alokasi lebih dari US$80 miliar untuk belanja modal pada tahun 2025, dengan fokus utama pada pengembangan pusat data berbasis kecerdasan buatan (AI). Namun, dalam beberapa bulan terakhir, Microsoft mengubah arah fokusnya dari pembangunan baru menjadi pemanfaatan fasilitas yang sudah ada dengan penambahan server dan peralatan komputasi lainnya.
Keputusan Microsoft ini jelas berhubungan langsung dengan kebijakan tarif tinggi yang diterapkan oleh Pemerintahan Trump, yang mulai diterapkan pada produk-produk dari puluhan negara. Kebijakan ini membuat banyak perusahaan, termasuk perusahaan-perusahaan teknologi, harus berpikir ulang dalam hal strategi bisnis dan perluasan operasi mereka. Sebagai contoh, produsen video game Nintendo juga memutuskan untuk menunda pembukaan pre-order konsol Switch 2 di Amerika Serikat guna mengevaluasi dampak tarif dan kondisi pasar yang terus berubah.
Dalam pernyataan resmi, Nintendo menyebutkan bahwa keputusan untuk menunda pre-order yang semula dijadwalkan pada 9 April diambil sebagai respons terhadap ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan tarif terbaru. Meskipun penundaan ini terjadi, mereka menegaskan bahwa peluncuran resmi konsol Switch 2 tetap pada tanggal 5 Juni mendatang dengan harga jual sebesar US$449,99.
Kebijakan tarif timbal balik yang dikenakan oleh AS, termasuk bea masuk sebesar 24% terhadap produk Jepang dan 46% untuk Vietnam, semakin menyulitkan perusahaan-perusahaan yang bergantung pada produksi luar negeri. Banyak dari produk yang akan terpengaruh adalah komponennya yang dihasilkan di negara-negara tersebut. Hal ini dapat menambah biaya dan mempengaruhi harga akhir produk yang dijual di pasar.
Dampak dari kebijakan tarif ini juga terlihat dalam perilaku perusahaan-perusahaan lain yang beroperasi di tingkat global. Strategi fleksibilitas yang diadopsi Microsoft mencerminkan kecenderungan bagi perusahaan untuk menyesuaikan diri dengan turbulent market yang dihasilkan dari ketegangan perdagangan internasional. Penundaan proyek data center ini mengindikasikan bahwa perusahaan-perusahaan teknologi memberikan perhatian lebih kepada bagaimana situasi ekonomi global dapat memengaruhi model bisnis mereka di masa depan.
Melihat konteks yang semakin kompleks terkait kebijakan impor dan timbal balik, banyak pelaku industri yang mulai meragukan stabilitas jangka panjang untuk investasi besar di pusat data baru. Keputusan Microsoft untuk menunda pembangunan dapat menginspirasi perusahaan lain untuk melakukan penyesuaian serupa, menjaga agar proyek yang berisiko dapat terhindar dari dampak negatif yang lebih luas di pasar yang terus berubah.