
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, memberikan pujian kepada mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, terkait pemahamannya tentang konflik Ukraina. Dalam pernyataannya di Forum Diplomasi Antalya yang berlangsung di Turki, Lavrov menegaskan bahwa Trump memiliki pandangan yang lebih mendalam dan berbeda dibandingkan dengan pemimpin Barat lainnya mengenai penyebab konflik yang berkepanjangan ini.
“Ketika kita berbicara tentang menghilangkan akar penyebab konflik apa pun, termasuk konflik Ukraina, ini adalah satu-satunya cara untuk menyelesaikan masalah dan membangun perdamaian yang langgeng. Hilangkan akar penyebabnya,” ujar Lavrov. Pernyataan ini menyoroti pentingnya memahami dan mengatasi masalah mendasar yang menyebabkan ketegangan antara Rusia dan Ukraina.
Lavrov menekankan bahwa Trump adalah satu-satunya pemimpin Barat yang dengan tegas menyatakan pernyataan yang berulang kali menyoroti kesalahan menarik Ukraina ke dalam aliansi NATO. “Presiden Trump adalah yang pertama dan sejauh ini, menurut saya, hampir satu-satunya di antara para pemimpin Barat yang berulang kali, dengan keyakinan, beberapa kali menyatakan bahwa menarik Ukraina ke NATO adalah kesalahan besar,” kata Lavrov. Pernyataan ini merujuk pada pandangan Rusia bahwa pengembangan keanggotaan NATO di Ukraina merupakan ancaman keamanan yang serius bagi Moskow.
Konflik Rusia-Ukraina telah berlangsung sejak invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada Februari 2022, di mana Presiden Vladimir Putin menyampaikan bahwa Ukraina yang condong ke Barat adalah suatu tantangan bagi keamanan nasional Rusia. Dalam konteks ini, Lavrov menilai bahwa pemahaman yang dimiliki Trump tentang isu ini merupakan langkah maju dalam diskusi yang lebih konstruktif di tingkat internasional.
Ulasan Lavrov ini muncul setelah adanya pembicaraan antara Presiden Putin dan utusan khusus Trump, Steve Witkoff, yang bertujuan untuk mencari kesepakatan damai di St. Petersburg. Witkoff diakui sebagai figur penting dalam usaha pemulihan hubungan yang kadang terputus antara Moskow dan Washington. Namun, pembicaraan tersebut dilakukan di tengah ketegangan yang meningkat antara kedua negara, terutama terkait upaya menuju gencatan senjata yang kerap terhenti akibat perbedaan pandangan mengenai persyaratan yang diperlukan.
Meskipun ada upaya untuk mencapai kesepakatan, Lavrov menuduh Ukraina terus menyerang infrastruktur energi Rusia, mengklaim bahwa Moskow telah memenuhi komitmennya untuk tidak melakukan serangan. “Saya berikan kepada rekan-rekan kami dari Turki, kepada Menteri Hakan Fidan, apa yang kami berikan kepada Amerika, kepada PBB, kepada OSCE – daftar fakta yang mencantumkan serangan oleh Ukraina selama tiga minggu terakhir terhadap infrastruktur energi Rusia,” tuturnya. Dia juga menekankan bahwa Ukraina memiliki sejarah tuduhan serupa terhadap Rusia dalam konteks yang sama, menunjukkan kompleksitas situasi di lapangan.
Ruang lingkup konflik ini mencerminkan pergeseran dalam dinamika geopolitik global, di mana pemahaman yang beragam tentang masalah keamanan dapat memengaruhi kebijakan dan strategi negara-negara besar. Dengan Trump yang kini tidak menjabat, komentar Lavrov juga menunjukkan bagaimana Rusia masih mencari cara untuk berkomunikasi dan bernegosiasi dengan pembuat kebijakan di Amerika Serikat, sekaligus menyoroti tantangan yang dihadapi oleh pemerintahan saat ini dalam hubungan bilateral yang sudah lama tegang.
Pujian Lavrov terhadap pemahaman Trump menjadi gejala penting dalam geopolitik, di mana kedua negara harus menghadapi tantangan dan mencari jalan menuju solusi yang lebih damai di kawasan yang dilanda konflik. Perundingan berbasis pemahaman yang lebih mendalam dapat membuka peluang baru bagi dialog yang konstruktif, meskipun situasi di lapangan menunjukkan bahwa jalan menuju perdamaian masih panjang dan penuh rintangan.