Mengenal Dire Wolf: Serigala Punah yang Kini Dihidupkan Kembali!

Belum lama ini, dunia dikejutkan oleh pengumuman dari Colossal Biosciences, sebuah perusahaan bioteknologi asal Texas, Amerika Serikat, yang berhasil menghidupkan kembali dire wolf, spesies serigala purba yang telah punah lebih dari 10.000 tahun lalu. Kelahiran tiga anak serigala hasil rekayasa genetika, yang diberi nama Romulus, Remus, dan Khaleesi, menandai langkah awal yang signifikan dalam upaya de-extinction atau kebangkitan spesies punah melalui teknologi mutakhir.

Dire wolf, yang dikenal dengan nama ilmiah Aenocyon dirus, merupakan spesies serigala purba yang hidup pada masa Pleistosen akhir hingga Holosen awal, sekitar 125.000 hingga 10.000 tahun yang lalu. Mereka adalah predator besar yang tersebar di wilayah benua Amerika, dari padang rumput terbuka hingga hutan pegunungan. Fosil-fosil dire wolf banyak ditemukan di La Brea Tar Pits di Los Angeles, memberikan gambaran yang jelas mengenai morfologi dan kebiasaan hidup mereka. Dibandingkan serigala abu-abu modern (Canis lupus), dire wolf memiliki tubuh yang sedikit lebih besar dengan berat antara 60 hingga 68 kilogram, serta rahang yang lebih kuat untuk memangsa megafauna seperti bison purba dan mastodon. Sayangnya, ketergantungan mereka pada mangsa besar berkontribusi pada kepunahan saat populasi megafauna menurun drastis akibat perubahan iklim dan aktivitas manusia.

Proyek kebangkitan dire wolf yang dipelopori oleh Colossal Biosciences melibatkan teknologi canggih yang mencakup kloning dan penyuntingan genetik. Beberapa tahapan utama dalam proses ini meliputi:

  1. Ekstraksi DNA purba: DNA dire wolf diambil dari fosil gigi berusia 13.000 tahun dan tengkorak berusia 72.000 tahun.
  2. Penyuntingan genetik: Identifikasi gen-gen penting yang membedakan dire wolf dari serigala abu-abu, yang kemudian dimasukkan ke dalam genom serigala abu-abu.
  3. Kloning: Sel-sel hasil rekayasa kemudian ditransfer ke dalam sel telur anjing domestik yang berfungsi sebagai donor.
  4. Implantasi embrio: Embrio yang terbentuk ditanamkan ke rahim induk pengganti hingga kehamilan selesai.

Akhirnya, hasil dari proses rekayasa genetika ini adalah tiga anak serigala yang memiliki ciri-ciri fisik mirip dire wolf, seperti ukuran tubuh besar, tengkorak lebar, dan bulu putih tebal. Namun, proyek ini tidak lepas dari kontroversi. Banyak ilmuwan yang menyatakan bahwa hasil rekayasa ini bukanlah dire wolf sejati, namun lebih kepada hibrida genetik.

Beberapa pakar, seperti doktor Philip Seddon, berpendapat bahwa DNA purba yang digunakan terlalu rusak untuk menghasilkan salinan yang sempurna dari spesies asli. Doktor Nic Rawlence juga menggarisbawahi bahwa perbedaan genetik antara dire wolf dan serigala abu-abu cukup signifikan, sehingga meskipun secara fisik tampak mirip, hewan hasil rekayasa genetika ini tidak bisa dianggap sebagai kebangkitan sesungguhnya dari dire wolf.

Meskipun terdapat perdebatan di kalangan ilmuwan, keberhasilan menghidupkan kembali dire wolf melalui teknologi genetika menjadi simbol kemajuan yang luar biasa dalam bidang sains. Hal ini tidak hanya membuka jalan bagi upaya de-extinction spesies lain yang telah punah tetapi juga mengingatkan kita akan pentingnya tanggung jawab manusia dalam menjaga keseimbangan dan keberlanjutan dalam ekosistem. Pencapaian ini menunjukkan bagaimana teknologi modern bisa digunakan untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi di masa lalu, memberikan harapan baru untuk pelestarian biodiversitas di masa depan.

Berita Terkait

Back to top button