Menanti Peluncuran Satelit Biomassa ESA: Inovasi untuk Bumi

Satelit Biomassa Eropa telah tiba di Pelabuhan Pariacabo, Kourou, Guyana Prancis pada awal pekan ini setelah menempuh perjalanan selama dua minggu melintasi Samudra Atlantik. Badan Antariksa Eropa (European Space Agency/ESA) mengumumkan bahwa satelit ini kini berada di ruang aman yang bersih di Pelabuhan Antariksa Eropa, siap untuk menjalani pemeriksaan menyeluruh guna memastikan kondisinya dalam keadaan baik.

Satelit Biomassa merupakan proyek ambisius yang direncanakan akan diluncurkan menggunakan roket Vega-C pada April 2025. Dengan berat sekitar 1,25 ton, satelit ini akan berada pada ketinggian 666 kilometer dari permukaan Bumi setelah peluncuran. Misi utama satelit ini adalah untuk memberikan informasi baru tentang kondisi hutan global dan memahami perubahan yang terjadi seiring waktu serta dampaknya terhadap siklus karbon.

Salah satu teknologi unggulan yang diusung oleh satelit Biomassa adalah radar apertur sintetis P-band polarimetrik penuh, yang dirancang khusus untuk pencitraan interferometrik. Dengan panjang gelombang sekitar 70 cm, sinyal radar ini mampu menembus seluruh lapisan hutan. Hal ini memungkinkan pengukuran biomassa yang tepat, termasuk batang, cabang, dan tangkai kayu, yang merupakan tempat penyimpanan utama karbon pada pohon.

“Teknologi baru ini akan menghasilkan banyak informasi yang memungkinkan para ilmuwan untuk menilai dengan akurat stok dan fluks karbon hutan. Ini penting untuk memahami dampak perubahan penggunaan lahan, degradasi hutan, dan pertumbuhan kembali hutan,” ujar manajemen ESA dalam keterangan resminya.

Pengembangan satelit Biomassa dipimpin oleh kontraktor utama ESA, Airbus, yang bekerja sama dengan lebih dari 50 perusahaan dari 20 negara, termasuk L3 Harris dari Amerika Serikat yang mengembangkan antena kawat kasa besar yang menjadi ciri khas satelit ini. Proses pengiriman satelit ini dimulai pada 21 Februari 2025, ketika satelit diangkut dari markas Airbus di Toulouse, Prancis, ke Pelabuhan Sete menggunakan jalur darat, sebelum akhirnya ditransfer ke kapal kargo MN Toucan yang dikhususkan untuk membawa kargo berharga antariksa.

Stefan Kiryenko, Biomass Launch Campaign Manager di ESA, menjelaskan bahwa setelah tiba di Pelabuhan Antariksa Eropa, tim akan melakukan pemeriksaan awal untuk memastikan kondisi satelit. “Selanjutnya, kami akan menjalani program intens selama enam pekan untuk mempersiapkannya agar dapat dibungkus dan diluncurkan dengan roket Vega-C pada akhir April,” tuturnya.

Simonetta Cheli, Direktur Program Observasi Bumi di ESA, menyatakan bahwa satelit Biomassa mencerminkan misi ESA Earth Explorer yang bertujuan untuk menunjukkan bagaimana teknologi canggih dapat memberikan wawasan yang berharga mengenai sistem kompleks planet ini. “Dengan mendorong batasan penginderaan jarak jauh, satelit Biomassa tidak hanya meningkatkan pemahaman kita tentang hutan global dan siklus karbon, tetapi juga menunjukkan potensi transformatif inovasi berbasis ruang angkasa dalam menghadapi tantangan lingkungan yang mendesak di Bumi,” jelasnya.

Program misi Biomassa mendapat perhatian khusus karena dirancang untuk membantu mengukur siklus karbon global. Dengan memahami bagaimana hutan berubah, misi ini diharapkan dapat memberikan wawasan yang lebih mendalam tentang implikasi terkait perubahan iklim. ESA berkomitmen untuk menggunakan teknologi terbaru dalam upaya melindungi lingkungan dan meningkatkan kesadaran akan pentingnya hutan dalam peradaban manusia.

Dengan peluncuran satelit yang direncanakan pada April 2025, masyarakat global menantikan hasil dari proyek ini yang diharapkan dapat memberikan data berharga dalam memahami serta melindungi ekosistem hutan yang terus terancam. Pengamatan yang akurat terhadap siklus karbon dan perubahan hutan sangat penting untuk merumuskan strategi mitigasi perubahan iklim yang lebih efektif di masa mendatang.

Berita Terkait

Back to top button