
Bank DKI, salah satu bank pembangunan daerah tertua di Indonesia, sedang mempersiapkan langkah besar untuk melaksanakan penawaran umum saham perdana (IPO). Langkah ini diambil sebagai bagian dari strategi peningkatan daya saing dan penguatan permodalan bank yang berdiri sejak 1961. Rencana IPO ini mencuat pada saat Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menunjukkan dukungan terhadap inisiatif tersebut dalam sebuah acara di mana Kepala Kantor OJK Jabodebek, Edwin Nurhadi, dilantik.
Sejak awal berdirinya, Bank DKI mengalami berbagai transformasi. Bank ini pertama kali didirikan dengan nama PT Bank Pembangunan Daerah Djakarta Raya pada 11 April 1961. Kemudian, bank ini bertransformasi menjadi Perusahaan Daerah (PD) Bank Pembangunan Daerah DKI Jakarta pada tahun 1978. Inovasi dan pengembangan terus dilakukan, dan pada tahun 1999, institusi ini kembali berganti nama menjadi PT Bank Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Perubahan terbaru terjadi pada tahun 2008, ketika namanya disederhanakan menjadi PT Bank DKI.
Dalam konteks kepemilikan, saat ini Bank DKI berstatus sebagai Bank Umum Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) II. Data terbaru menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki 99,98% saham bank tersebut, sedangkan sisanya 0,02% dimiliki oleh Perumda Pasar Jaya. Keberadaan Pemerintah Provinsi sebagai pemegang saham mayoritas memberi kekuatan ekstra bagi bank ini untuk menjalankan rencana strategisnya, termasuk meluncurkan IPO.
Gubernur Pramono Anung mengungkapkan harapannya untuk terus menjalin sinergi antara Pemprov DKI dan OJK dalam mengawal rencana IPO ini. “Kami semua berharap langkah ini akan membawa kebaikan dan keberhasilan, mengingat tantangan ekonomi yang sedang dihadapi oleh Jakarta,” ujar Pramono dalam siaran pers resmi.
Namun, di tengah upaya tersebut, Bank DKI juga dihadapkan pada dugaan kebocoran dana sebesar Rp100 miliar. Dugaan ini muncul setelah terdapat laporan gangguan pada sistem yang dialami oleh nasabah saat bulan puasa. Dalam penjelasannya, Direktur Utama Bank DKI, Agus Haryoto Widodo, menyebutkan bahwa angka kebocoran itu masih bersifat estimatif dan belum dapat dipastikan kebenarannya secara menyeluruh. “Mungkin bisa jadi uang yang hilang Rp100 miliar. Tapi enggak terlalu tinggi, enggak,” ujar Agus di Jakarta.
Meski terjadi dugaan kebocoran, Agus menambahkan bahwa dana yang diduga bocor bukan berasal dari dana nasabah. Hal ini sejalan dengan penegasan Gubernur Pramono Anung sebelumnya bahwa Pemprov DKI akan terus memastikan keamanan dan transparansi di institusi keuangan tersebut.
Langkah menuju IPO ini mencerminkan cita-cita Bank DKI untuk terus berkembang dan beradaptasi dalam menghadapi tantangan serta perubahan di era digital saat ini. Dengan kesiapan untuk go public, Bank DKI berupaya meningkatkan daya saingnya di pasar yang semakin kompetitif. Melihat potensi pertumbuhan yang ada, tidak diragukan lagi bahwa IPO Bank DKI akan menjadi salah satu peristiwa penting dalam peta keuangan Indonesia, terutama bagi daerah DKI Jakarta.
Rencana IPO ini tentunya juga patut untuk diperhatikan oleh para investor dan pelaku pasar, mengingat posisi Bank DKI sebagai salah satu institusi keuangan yang sudah memiliki sejarah panjang dan hubungan erat dengan masyarakat Jakarta. Ke depannya, terlepas dari tantangan yang ada, Bank DKI diharapkan dapat menjadi teladan bagi bank pembangunan daerah lainnya dalam mengelola dan mengembangkan potensi yang ada di masing-masing wilayah.