Manfaat Terapi Sel dan Stem Cell atasi Menopause dan Andropause

Di usia lanjut, pria dan wanita akan mengalami fase penting dalam hidup mereka yang dikenal dengan menopause dan andropause. Menopause pada perempuan ditandai dengan penurunan produksi hormon estrogen, sementara andropause pada laki-laki berkaitan dengan menurunnya kadar testosteron. Diagnosa ini tidak hanya membuat perubahan fisik seperti hot flashes, osteoporosis, dan penurunan massa otot, tetapi juga berpotensi menyebabkan gangguan psikologis serta meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan neurodegeneratif.

Saat ini, terapi penggantian hormon konvensional (HRT) sering menjadi pilihan, meskipun bersifat simtomatik dan membawa kemungkinan efek samping jangka panjang. Namun dengan kemajuan teknologi, alternatif terbaru mulai muncul dalam bentuk terapi sel dan stem cell yang menjanjikan untuk membantu regenerasi organ reproduksi.

Terapi sel berfokus pada penggantian atau perbaikan sel-sel yang rusak di ovarium atau testis. Proses ini menggunakan sel sehat yang bisa berasal dari pasien sendiri (sel autolog) atau dari donor (sel alogenik). Di masa menopause, sel granulosa ovarium yang berperan penting dalam produksi estrogen mengalami apoptosis massal, sehingga mempengaruhi keseimbangan hormonal sekaligus kualitas hidup wanita.

Pendekatan lain yang menarik adalah terapi gen. Terapi ini menargetkan gen yang berkaitan dengan penuaan seluler serta fungsi endokrin. Salah satu metodenya adalah penggunaan vektor virus seperti AAV atau lentivirus untuk mengirimkan gen yang berfungsi sebagai pengatur stres oksidatif, seperti FOXO3, dan enzim yang mengubah androgen menjadi estrogen, yakni CYP19A1, ke dalam sel ovarium atau testis. Teknik ini mencakup penghambatan ekspresi gen pro-apoptosis, seperti Bax atau Caspase-3, menggunakan siRNA, sehingga usia sel penghasil hormon dapat diperpanjang.

Meskipun inovasi ini mengesankan, terdapat beberapa tantangan dalam pelaksanaannya. Biaya produksi vektor AAV untuk terapi gen dapat mencapai $500.000 per dosis, sedangkan diferensiasi sel induk pluripotent terinduksi (iPSC) memerlukan waktu 3–6 bulan per pasien. Di samping itu, kurangnya biomarker spesifik untuk memantau respons terapi menghambat personalisasi dosis. Untuk mengatasi kendala ini, pengembangan liquid biopsy bertujuan mendeteksi DNA seluler bebas (cfDNA) dari sel yang ditransplantasi dalam studi REPAIR-MENO yang dijadwalkan untuk dilakukan pada 2024.

Integrasi terapi regeneratif dengan gaya hidup serta terapi konvensional terbukti menjanjikan. Kombinasi antara intervensi gaya hidup yang sehat—termasuk diet rendah inflamasi dan latihan resistensi—dengan obat-obatan adjuvant seperti senolitik, dapat memperkuat efek dari terapi sel dan stem cell. Senolitik berfungsi membersihkan sel-sel senesens di ovarium dan testis, menciptakan lingkungan mikro yang lebih kondusif bagi implantasi sel baru. Dalam penelitian yang melibatkan kombinasi senolitik dan mesenchymal stem cells (MSC) pada tikus betina tua, terdapat peningkatan keberhasilan transplantasi sel granulosa dari 30% menjadi 70%.

Dengan berkembangnya terapi sel dan stem cell untuk menopause dan andropause, diharapkan kualitas hidup individu yang memasuki fase penuaan ini dapat meningkat. Terus berlangsungnya penelitian dan pengembangan di bidang ini sangat penting untuk memberikan harapan baru bagi mereka yang mengalami perubahan hormonal dan kondisi kesehatan terkait usia. Dunia medis sedang bergerak menuju pendekatan yang lebih holistik dan terintegrasi dalam penanganan kesehatan jangka panjang, khususnya dalam konteks regenerasi organ dan keseimbangan hormonal pada populasi lanjut usia.

Exit mobile version