
Dalam era kecerdasan buatan generatif (Generative AI/GenAI) yang semakin berkembang, organisasi di seluruh dunia dihadapkan pada berbagai tantangan kompleks yang mencakup aspek teknologi, strategi bisnis, kesiapan sumber daya manusia, dan regulasi. Laporan NTT DATA Global GenAI Report 2025 mengungkapkan pentingnya pendekatan holistik dalam mengadopsi GenAI agar teknologi ini bukan hanya sebagai ancaman, melainkan alat transformasi yang efektif.
CEO NTT Data, Hendra Lesmana, menggarisbawahi bahwa kualitas data merupakan fondasi yang tidak bisa diabaikan. "Kalau datanya tidak bersih, AI-nya juga tidak akan akurat. Makanya, AI bukan sekadar teknologi, tetapi butuh ekosistem yang mendukung, termasuk tata kelola data yang baik," ujarnya dalam sebuah pertemuan media baru-baru ini. Untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut, laporan tersebut memberikan empat pilar strategis yang menjadi landasan dalam menghadapi risiko dan kendala yang muncul dari penggunaan GenAI.
Pilar pertama adalah Transformasi Bisnis, yang menyoroti perlunya menyatukan strategi GenAI dengan tujuan organisasi. Penelitian menunjukkan bahwa 51% organisasi mengakui strategi GenAI mereka belum sepenuhnya selaras dengan tujuan bisnis utama. Tanpa arah yang jelas, investasi besar dalam GenAI bisa menjadi tidak efektif. Organisasi disarankan untuk mengidentifikasi area bisnis yang dapat memanfaatkan GenAI secara maksimal sebelum meluncurkan proyek berskala besar. Misalnya, industri ritel dapat menggunakan teknologi ini untuk meningkatkan personalisasi layanan, sedangkan sektor manufaktur bisa mengoptimalkan rantai pasok serta pengendalian kualitas.
Pilar kedua adalah Infrastruktur Teknologi, yang menekankan pentingnya membangun ekosistem yang andal dan aman. Hasil survei menunjukkan bahwa 90% eksekutif merasa infrastruktur lama mereka menghambat pemanfaatan GenAI secara optimal. Solusi berbasis cloud menjadi kunci dalam membangun ekosistem GenAI yang tangguh. Cloud computing memberikan fleksibilitas dan efisiensi, memungkinkan organisasi mengolah data besar secara real-time. Keamanan data juga harus menjadi prioritas utama untuk mencegah kebocoran data dan serangan siber, dengan penerapan sistem keamanan lanjutan seperti enkripsi dan autentikasi multi-faktor.
Pilar ketiga adalah Sumber Daya Manusia, yang menyoroti pentingnya mengembangkan keterampilan dan budaya kerja baru. Sekitar 67% eksekutif berpendapat bahwa karyawan mereka tidak memiliki keterampilan yang cukup dalam beradaptasi dengan GenAI. Untuk itu, perusahaan harus meluncurkan program pelatihan yang dirancang untuk meningkatkan pemahaman teknis serta penerapan GenAI dalam konteks bisnis. Selain itu, budaya kerja yang adaptif sangat penting untuk memastikan kolaborasi antara manusia dan AI, serta mengurangi kesalahpahaman tentang potensi ancaman yang ditimbulkan oleh teknologi ini.
Pilar terakhir adalah Etika, Keamanan, dan Keberlanjutan, yang semakin penting seiring dengan meluasnya penggunaan GenAI. Laporan menunjukkan bahwa 89% eksekutif C-suite khawatir akan risiko keamanan dari AI, seperti penyalahgunaan teknologi dalam menyebarkan informasi keliru. Organisasi harus menerapkan prinsip tanggung jawab dalam desain dan penggunaan AI, memastikan transparansi serta kepatuhan terhadap regulasi. Selain itu, keberlanjutan juga menjadi perhatian, dengan 74% pemimpin bisnis menyatakan bahwa ambisi mereka dalam AI bertentangan dengan tujuan keberlanjutan perusahaan.
Dengan menerapkan empat pilar strategis ini, organisasi tidak hanya dapat mengatasi tantangan yang muncul dari GenAI, tetapi juga membuka peluang besar untuk inovasi dan efisiensi operasional. GenAI memiliki potensi yang besar untuk mengubah cara kerja dan bisnis, namun penting untuk memiliki strategi yang matang agar teknologi ini benar-benar berfungsi sebagai alat yang mendukung pertumbuhan dan kesuksesan jangka panjang.