
Industri perbankan Indonesia memasuki kuartal I tahun 2025 dengan hasil yang mencerminkan dinamika yang menarik. Bank Central Asia (BCA) menunjukkan kekuatan yang luar biasa dengan mencatatkan laba bersih konsolidasian sebesar Rp14,1 triliun, melampaui laba Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Mandiri (BMRI) yang terdaftar masing-masing sebesar Rp13,8 triliun dan Rp13,2 triliun. Kinerja BCA yang lebih baik ini menandai perubahan signifikan dalam peringkat keuntungan antar bank jumbo di Indonesia.
Dalam periode ini, BCA melaporkan pertumbuhan laba sebesar 9,8% year on year (YoY). BCA berhasil memperoleh posisi teratas sebagai bank dengan laba tertinggi pada kuartal ini, sebuah pencapaian yang jarang terjadi di tengah persaingan ketat dengan BRI dan BMRI. Dalam beberapa tahun terakhir, BRI biasanya menduduki posisi pertama dalam raihan laba, sedangkan BMRI dan BCA saling berkejaran untuk posisi kedua.
Menurut Jahja Setiaatmadja, Presiden Direktur BCA, kinerja tersebut didorong oleh pertumbuhan kredit yang solid. “Momentum Ramadan dan Idulfitri berdampak positif ke kinerja kredit BCA. Pelaksanaan BCA Expoversary 2025 turut menopang pertumbuhan kredit perusahaan,” jelasnya. Dalam laporan tersebut, BCA mencatat pertumbuhan kredit sebesar 12,6% YoY, mencapai Rp941 triliun.
Pertumbuhan ini didukung oleh kenaikan dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun oleh BCA, meningkat 6,5% YoY menjadi Rp1.193 triliun. Pertumbuhan yang kuat dalam pendanaan berkelanjutan terindikasi dengan kenaikan CASA sebesar 8,3% YoY, yang memperlihatkan kepercayaan masyarakat terhadap BCA.
Dari segi penerimaan, pendapatan bunga bersih BCA tumbuh 7,1% YoY menjadi Rp21,1 triliun. Total pendapatan operasional BCA menunjukkan peningkatan 7,4% YoY, mencapai Rp27,9 triliun. Rasio cost to income BCA bertahan di level 28,5%, menandakan efisiensi operasional yang baik meski dalam kondisi pasar yang kompetitif.
Dalam konteks BRI, bank ini mengalami penurunan laba sebesar 13,92% YoY. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan pendapatan bunga yang mengalami koreksi menjadi Rp49,83 triliun. Kenaikan kerugian penurunan nilai aset keuangan atau impairment juga menjadi faktor penghambat, yang melonjak 14,58% menjadi Rp12,27 triliun.
Meskipun demikian, BRI masih tetap menunjukkan penyaluran kredit yang baik, mencapai Rp1.314,59 triliun. Pertumbuhan ini ditunjang oleh kredit yang disalurkan ke sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebesar Rp1.126,02 triliun. DPK bank pelat merah ini juga meningkat 4,11% menjadi Rp1.421,6 triliun.
Sementara itu, Bank Mandiri melaporkan pertumbuhan kredit yang positif, menembus angka Rp1.672 triliun, dengan pertumbuhan sebesar 16,5% YoY. Direktur Utama Bank Mandiri, Darmawan Junaidi, mengungkapkan bahwa pertumbuhan kredit tersebut merata di seluruh Indonesia, menunjukkan efektivitas strategi ekspansi yang inklusif.
Darmawan juga mencatat rasio kredit bermasalah (NPL) Bank Mandiri tetap terjaga pada level 1,01%, mencerminkan penanganan risiko yang baik dalam penyaluran kredit. Ia menggarisbawahi bahwa pendekatan kehati-hatian dalam pengelolaan kredit sangat penting untuk menjaga kesehatan lembaga keuangan.
Namun, Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Trioksa Siahaan, mengingatkan bahwa hasil kinerja bank BUMN bervariasi dan cenderung menurun dalam kuartal ini. “Peningkatan beban CKPN sepertinya membuat tekanan pada laba bank BUMN,” katanya. Daya beli yang menurun serta faktor-faktor global masih mendominasi pengaruh terhadap kinerja keuangan bank.
Pengamat memperkirakan bahwa jika kondisi perekonomian domestik membaik dan ketegangan global mereda, ke depannya kinerja bank BUMN dapat mengalami perbaikan. Keberlanjutan ekspansi yang selektif dan pemeliharaan likuiditas akan menjadi kunci dalam mendukung program-program pemerintah di masa mendatang.