
Video wawancara Presiden Prabowo Subianto dengan tujuh jurnalis, enam di antaranya pemimpin redaksi (Pemred), menuai kritik tajam dari musisi Baskara Putra, yang dikenal dengan nama Hindia. Dalam wawancara yang berlangsung lebih dari tiga jam dan ditayangkan di kanal Youtube Najwa Shihab, Baskara mempertanyakan substansi dan konteks dari jawaban yang diberikan Prabowo terhadap berbagai pertanyaan yang diajukan.
Baskara menyebut bahwa interaksi tersebut hanya menghasilkan diskusi yang tidak berarti. Menurutnya, Prabowo tampak tidak mampu mengaitkan pertanyaan yang diajukan dengan jawaban yang diberikan, bahkan mencapai titik di mana ia menyebut wawancara tersebut sebagai “yapping,” istilah yang digunakan untuk menyebut pembicaraan yang bertele-tele dan tidak fokus. “Tiga jam nonstop yapping nggak nyambung dibawa muter-muter, nggak ngerti konteks pertanyaan,” cetus Baskara di media sosial.
Criticism ini juga didukung oleh beberapa netizen yang mengungkapkan keprihatinan bahwa Kepala Negara tidak benar-benar memahami isu-isu yang dihadapi oleh rakyat kecil. Mereka berpendapat bahwa Prabowo tampaknya terputus dari realitas yang dialami masyarakat. Salah satu netizen menulis, “Semakin yakin pola komunikasi di Ring 1: Pres: ‘Itu ngapain kok pada ribut RUU TNI?’ Yang memperlihatkan pernyataan yang jauh dari situasi nyata yang dihadapi masyarakat,” menyiratkan bahwa Prabowo tidak mengikuti berita atau perkembangan yang relevan.
Baskara lebih lanjut menekankan bahwa Prabowo terlihat seperti “tidak napak di tanah,” menunjukkan kesenjangan antara pemahaman beliau tentang isu-isu yang sebenarnya. “Ini orang kayak nggak baca berita dan nggak tahu apa yang kejadian di bawah,” ungkapnya. Hal ini menambah kecemasan masyarakat akan keterlibatan Prabowo dalam memahami dan merespons isu yang menyentuh kehidupan sehari-hari rakyatnya.
Di sisi lain, Prabowo dalam wawancara tersebut juga memberi penilaian tentang kinerjanya sebagai presiden selama enam bulan menjabat yang ia nilai dengan angka 6 dari 10. Menurutnya, meskipun ada pencapaian, masih banyak yang harus diperbaiki dan diperoleh. “Anda minta saya kasih nilai untuk diri saya dalam 5 bulan, terus terang saja saya bangga sekarang ini saya kasih nilai diri saya 6,” jelas Prabowo, menambahkan bahwa nilai tersebut seharusnya menjadi dorongan untuk bekerja lebih baik.
Dalam bagian wawancara lainnya, Prabowo membahas mengenai demonstrasi, yang ia sebut sebagai hak konstitusi warga negara. Ia menyampaikan bahwa tindakan kekerasan oleh aparat dalam menangani demonstrasi harus diinvestigasi. Namun, ia juga menambahkan bahwa tidak semua demonstrasi bersifat murni, menyiratkan kemungkinan adanya kepentingan lain di balik aksi tersebut. “Coba perhatikan secara objektif ya jujur, Apakah demo-demo itu murni atau ada yang bayar?” tanyanya.
Respon terhadap wawancara Prabowo ini menunjukkan ketidakpuasan yang berkembang di kalangan masyarakat, terutama di media sosial. Sejumlah warganet mengungkapkan keheranan mereka terhadap cara komunikasi Prabowo, mengekspresikan keyakinan bahwa jawaban yang diberikan terasa dangkal dan tidak memadai, terutama untuk permasalahan yang kompleks yang dihadapi masyarakat saat ini.
Dalam konteks ini, kritik-kritik yang mengemuka dari Baskara dan warganet lainnya menunjukkan adanya keinginan untuk melihat kepemimpinan yang lebih responsif dan memahami secara mendalam mengenai persoalan yang menyangkut masyarakat. Hal ini mengindikasikan pentingnya komunikasi yang efektif antara pemimpin dan rakyat, terutama dalam rangka menghasilkan kebijakan yang lebih baik dan lebih adil di masa mendatang.