
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mendalami aliran dana nonbujeter di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB). Investigasi ini terkait dugaan korupsi dalam pengadaan iklan yang diduga menjadi sarana pemenuhan dana nonbujeter di BJB. KPK merencanakan pemanggilan sejumlah saksi untuk mendalami lebih dalam mengenai penggunaan dan tujuan adanya dana tersebut.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengungkapkan bahwa pihaknya berkomitmen untuk memanggil saksi-saksi yang relevan dalam pengusutan kasus ini. “Penyidik tentunya akan memanggil saksi-saksi dan akan didalami. Salah satu poin yang didalami adalah penggunaan dana nonbudgeter tersebut,” jelas Tessa dalam keterangan pers, Selasa (18/3/2025). KPK berusaha melacak aliran uang, tujuan penggunaan dana, serta pihak-pihak yang terlibat dalam penggagasannya.
Kasus ini membawa mantan Direktur Utama PT BJB, Yuddy Renaldi, sebagai tersangka. Yuddy diduga menyebabkan kerugian negara hingga ratusan miliar akibat pengolahan dana iklan yang melibatkan penempatan dana di luar anggaran. Menurut pelaksana harian Direktur Penyidikan KPK, Budi Sokmo Wibowo, pihaknya mencatat bahwa dana Rp222 miliar digunakan dalam upaya ini.
Budi menjelaskan bahwa dalam periode 2021-2023, BJB menyiapkan total dana Rp409 miliar untuk penayangan iklan melalui berbagai media. Enam perusahaan menerima aliran dana dari pengadaan iklan tersebut dengan nilai yang cukup bervariasi, antara lain:
1. PT CKMB: Rp41 miliar
2. PT CKSB: Rp105 miliar
3. PT AM: Rp99 miliar
4. PT CKM: Rp81 miliar
5. PT BSCA: Rp33 miliar
6. PT WSBE: Rp49 miliar
KPK mencurigai adanya penyimpangan dalam proses penunjukan agensi iklan, mengindikasikan bahwa tahapan pengadaan tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini menyebabkan kerugian negara yang diperkirakan mencapai lebih dari dua ratus miliar rupiah. Budi menegaskan bahwaYuddy Renaldi bersama dengan Widi Hartono selaku Pimpinan Divisi Corsec, berkolaborasi dalam merancang alokasi dana untuk kebutuhan nonbujeter BJB.
Investigasi KPK juga meliputi penggeledahan beberapa lokasi, termasuk rumah mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, pada Senin (10/3/2025). Dari pencarian tersebut, KPK menyita dokumen-dokumen yang terkait dengan kasus ini, serta menggeledah kantor BJB di Bandung.
Menanggapi penggeledahan di kediamannya, Ridwan Kamil menyatakan tidak mengetahui adanya mark-up anggaran untuk iklan saat menjabat sebagai gubernur. Dalam keterangan persnya, dia mengatakan, “Saat menjabat, saya mendapat laporan dari Kepala Biro BUMD atau Komisaris. Untuk masalah ini, saya tidak pernah mendapat laporan, sehingga saya tidak mengetahui perihal yang menjadi masalah hari ini.”
Ridwan Kamil juga menegaskan bahwa deposito yang diamankan KPK bukan miliknya dan tidak ada uang atau deposito pribadi yang disita dalam proses tersebut. Penegasan ini memberikan gambaran bahwa ia berusaha bersikap kooperatif terhadap proses hukum, sambil menegaskan tidak terlibat langsung dalam pengelolaan dana tersebut.
Dalam konteks yang lebih luas, pengusutan ini bisa jadi menjadi titik penting dalam pengawasan pengelolaan dana publik, terutama dalam sektor perbankan daerah. Dengan semakin banyaknya kasus dugaan korupsi yang terungkap, harapan akan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran publik semakin mendesak, untuk memastikan bahwa dana yang tersedia digunakan semaksimal mungkin untuk kepentingan masyarakat. KPK diharapkan akan terus melanjutkan penyelidikan ini dengan serius, sehingga semua pihak yang terlibat dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum.