
KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) belakangan ini menjadi sorotan publik setelah mengeluarkan pernyataan untuk membela Aura Cinta dari kritik yang dilontarkan oleh Dedi Mulyadi terkait status sosial ekonominya. Retno Listyarti, perwakilan dari KPAI, menegaskan bahwa Aura Cinta, yang masih berusia muda, memiliki hak untuk berpendapat. “Ini masih usia anak, hak anak itu dilindungi lho untuk berpendapat,” ujarnya.
Namun, pandangan tersebut langsung mendapatkan perlawanan dari psikolog Lita Gading. Dalam tanggapannya, Lita menilai bahwa KPAI salah memahami status dan latar belakang Aura Cinta. Menurutnya, Aura sudah berusia lebih dari 20 tahun dan tidak lagi tergolong sebagai anak di bawah perlindungan undang-undang. “Anda salah. Harusnya Anda mencari tahu dulu, siapa latar belakang anak tersebut? Anak tersebut lebih dari 20 tahun, dia sudah lulus SMA,” jelas Lita.
Lita Gading mengkritik pendapat KPAI yang dinilai kurang literat dalam memahami konteks permasalahan. Dia menyatakan bahwa sikap KPAI yang terlalu cepat bereaksi dalam kasus ini menunjukkan inkonsistensi. “KPAI please kalau aja urusannya bukan dengan pejabat, Anda susah sekali berkomentar,” tambahnya, menggarisbawahi betapa lambatnya KPAI dalam menangani isu-isu yang tidak melibatkan tokoh publik.
Disisi lain, Lita juga memberikan sindiran pedas bahwa KPAI seharusnya tidak pilih-pilih dalam menangani kasus pelanggaran hak anak. “Kalau ada kasus mengenai anak, walaupun dia bukan dari pejabat, tolong segera tanggapi dan berikan statement. Semua kasus harus ditanggapi dengan baik dan sama,” ungkapnya. Pesan ini seolah menyerukan agar KPAI lebih konsisten dalam menjalankan tugasnya sebagai lembaga yang seharusnya melindungi semua anak, tanpa terkecuali.
Perdebatan ini semakin memanas ketika banyak netizen ikut memberikan komentar. Mereka mempertanyakan konsistensi KPAI dalam menanggapi isu anak-anak yang benar-benar membutuhkan perhatian. “Waktu anak jadi iklan pinjol, KPAI ke mana? Itu anak sudah dewasa 20 tahun,” tulis seorang netizen. Sementara netizen lainnya ikut menyoroti kelambanan KPAI dalam merespons masalah anak yang lebih mendasar, seperti anak di jalanan.
KPAI dalam sebuah tanggapan menyatakan bahwa Retno Listyarti yang memberikan komentar tersebut bukan lagi bagian dari lembaga tersebut dan pernyataannya tidak mewakili sikap KPAI. “Pernyataan yang beredar di media bukan berasal dari anggota aktif KPAI,” bunyi pengumuman resmi mereka.
Melihat situasi ini, muncul pertanyaan besar mengenai peran dan integritas KPAI sebagai lembaga yang diharapkan dapat melindungi hak-hak anak secara menyeluruh. Hal ini juga menunjukkan perlunya evaluasi kembali atas kinerja KPAI dalam merespons berbagai permasalahan yang dihadapi oleh anak-anak di Indonesia.
Masyarakat kini menunggu langkah konkret dari KPAI, di mana tindakan nyata akan lebih berbicara daripada hanya pernyataan publik. Harapan akan konsistensi yang lebih baik dalam penanganan kasus terkait anak menjadi tuntutan dari banyak pihak, baik itu dari psikolog, masyarakat, hingga lembaga pemerintahan lainnya.