Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, baru-baru ini menyampaikan adanya usulan untuk menjadikan Kota Solo sebagai daerah otonom yang terpisah dari Provinsi Jawa Tengah, serta diusulkan untuk menjadi Daerah Istimewa Surakarta. Usulan ini muncul setelah rapat yang dilakukan oleh Komisi II DPR dengan Kementerian Dalam Negeri pada hari Kamis, 24 April 2025.
Dalam penjelasannya, Aria Bima menyebutkan bahwa usulan tersebut didasarkan pada sejarah kota tersebut, yang memiliki nilai “kekhususan” akibat peranannya dalam melawan penjajah di masa lalu. “Secara historis, Solo memiliki kekhususan dalam sejarah perlawanan terhadap penjajah serta kebudayaan yang khas yang perlu diperhatikan,” ujarnya.
Namun, meskipun usulan tersebut mengemuka, Aria Bima menegaskan bahwa pihaknya belum mencapai keputusan final mengenai status otonomi untuk Solo. Hal ini mengingat bahwa Solo kini telah bertransformasi menjadi kota dagang dan pendidikan yang signifikan. “Saya melihat relevansi untuk saat ini. Solo sudah menjadi kota dagang, kota pendidikan, dan kota industri. Tidak ada lagi yang perlu diistimewakan,” tutur Aria.
Adanya usulan ini menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat dan pengamat politik. Sejumlah pihak mendukung gagasan tersebut dengan berargumen bahwa pendirian sebagai daerah istimewa dapat memberikan kemandirian yang lebih besar dalam pengelolaan sumber daya daerah, serta melestarikan nilai-nilai sejarah dan budaya. Namun, ada juga yang meragukan kebutuhan tersebut, menilai bahwa perkembangan ekonomi dan pendidikan yang ada sudah cukup untuk menjadikan Solo sebagai daerah yang diperhitungkan tanpa perlu status istimewa.
Kota Solo sendiri dikenal sebagai pusat budaya dan pendidikan di Jawa Tengah, dengan berbagai universitas terkemuka dan sektor industri yang berkembang. Potensi tersebut yang membuat banyak orang merasa bahwa Solo tidak membutuhkan status daerah istimewa untuk menunjukkan keunggulannya. Di sisi lain, dukungan terhadap usulan ini juga datang dari kalangan sejarawan dan pemerhati budaya yang melihat perlunya pengakuan sejarah yang kuat bagi masyarakat Solo.
Aria Bima menekankan pentingnya mempertimbangkan masukan dari semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat lokal, akademisi, dan pemerintah daerah. “Kita perlu duduk bersama untuk membahas ini lebih lanjut, dan mencari solusi yang tepat bagi masa depan Solo,” katanya.
Sebagai langkah selanjutnya, Komisi II DPR berencana untuk mengadakan diskusi lebih lanjut dengan pihak-pihak terkait untuk menilai kelayakan usulan tersebut, sekaligus mendengarkan aspirasi masyarakat Solo. Diharapkan dengan pendekatan ini, keputusan yang diambil akan mewakili kepentingan lokal dan nasional secara seimbang.
Perkembangan lebih lanjut mengenai usulan ini diharapkan akan menjadi titik terang bagi masyarakat Solo, dalam melihat potensi dan arah pembangunan kota ke depan. Sebuah kesempatan bagi Solo untuk merancang identitas dan peran lebih besar dalam konteks kebudayaan dan pembangunan regional.
Dengan begitu, penghargaan terhadap nilai sejarah dan budaya Solo dapat terus terjaga, sambil tetap berfokus pada kemajuan dan modernisasi yang telah dan akan terus terjadi di kota ini. Diskusi dan keputusan yang diambil ke depan diharapkan akan memberikan gambaran jelas mengenai status dan peran Solo di masa mendatang.