
Industri asuransi jiwa Indonesia diperkirakan akan terus menghadapi tantangan dalam bentuk peningkatan klaim asuransi kesehatan sepanjang tahun 2024. Menurut data dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), klaim kesehatan diprediksi akan meningkat 16,4% year on year (YoY) menjadi sekitar Rp24,18 triliun di tahun ini. Meskipun angka ini menunjukkan kenaikan yang signifikan, ada pelonggaran dibandingkan tahun 2023 yang mencatatkan lonjakan klaim sebesar 24,6%.
Fauzi Arfan, Ketua Bidang Produk, Manajemen Risiko, GCG AAJI, menyatakan bahwa meskipun ada tren pertumbuhan klaim kesehatan yang dapat dikendalikan, proyeksi menunjukkan bahwa lonjakan ini akan berlanjut hingga 2025. Data dari publikasi Health Trends 2025 yang dirilis oleh Mercer Marsh Benefit memperkirakan inflasi medis tahun 2025 akan mencapai 19%, meningkat dari 17,9% pada tahun 2024. Kenaikan ini berdampak langsung pada potensi kenaikan klaim kesehatan di masa mendatang.
Sementara itu, industri asuransi jiwa menunjukkan optimisme dalam menghadapi kondisi ini. Fauzi menjelaskan bahwa perusahaan asuransi jiwa semakin kuat dalam mengelola risiko. Di samping itu, penguatan koordinasi antara pelaku sektor, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kementerian Kesehatan, dan pemangku kepentingan lainnya diharapkan dapat mengendalikan pertumbuhan klaim. “Upaya peningkatan efisiensi, digitalisasi layanan, serta optimalisasi skema Coordination of Benefit (CoB) diharapkan mampu menjaga keberlanjutan industri asuransi kesehatan ke depan,” tambahnya.
Sebagai gambaran lebih lanjut, pendapatan premi kesehatan asuransi jiwa pada periode 2024 diprediksi mencapai Rp19,84 triliun, meningkat 25,3% dibandingkan tahun sebelumnya. Meskipun investasi yang dikeluarkan cukup besar, rasio klaim dengan premi menunjukkan angka yang signifikan, yaitu mencapai 121,8%. Hal ini menandakan bahwa asuransi kesehatan memang menghadapi tantangan dalam mengelola klaim dan mempertahankan profitabilitas.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga sedang mempersiapkan Rancangan Surat Edaran OJK (RSEOJK) yang khusus mengatur tentang asuransi kesehatan. Salah satu ketentuan penting dalam rancangan tersebut adalah produk asuransi kesehatan yang memberikan manfaat rawat jalan diharuskan menerapkan pembagian risiko (co-insurance), di mana pemegang polis paling sedikit menanggung 10% dari total klaim. Ogi Prastomiyono, Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, menyatakan bahwa regulasi ini bertujuan untuk meningkatkan transparansi dan perlindungan konsumen, di samping menciptakan ekosistem yang lebih sehat bagi perusahaan asuransi.
Dalam kondisi seperti ini, penting bagi para nasabah untuk memahami jadwal dan plafon klaim yang berlaku dalam polis asuransi mereka. Kesadaran terhadap biaya tersembunyi dan ketentuan-ketentuan dalam kontrak asuransi sangat penting agar pemegang polis dapat mengontrol pengeluaran mereka.
Secara keseluruhan, perkembangan di bidang asuransi kesehatan di Indonesia menunjukkan adanya dinamika yang kompleks. Dengan proyeksi kenaikan klaim yang masih mengemuka, ditambah dengan langkah-langkah regulasi yang diambil oleh OJK, diharapkan industri ini dapat menemukan keseimbangan antara memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjaga kesehatan keuangan perusahaan asuransi. Sementara itu, pelaku usaha perlu melanjutkan inovasi dalam layanan dan pengelolaan risiko agar dapat tetap beradaptasi dengan perubahan yang ada.