
Kasus dugaan pemalsuan sertifikat deposito yang melibatkan MNC Asia Holding dan PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) semakin buruk setelah PT CMNP mengambil langkah hukum mengenai kepemilikan surat berharga Negotiable Certificate of Deposit (NCD) yang diklaim oleh pihak MNC. Dalam konteks ini, Hary Tanoesoedibjo, yang merupakan pendiri MNC, disorot sebagai tokoh sentral dari permasalahan ini.
Klaim dari MNC Asia Holding yang menyebut Hary Tanoe sebagai broker dalam transaksi tersebut, mendapatkan sanggahan kuat dari CMNP. Pihak CMNP menegaskan bahwa NCD adalah surat berharga ‘atas bawa’ atau to bearer, yang berarti siapapun yang memegang dan dapat menunjukkan sertifikat tersebut berhak untuk menguangkannya. Ini mempertegas posisi pemegang surat berharga sebagai pemiliknya.
Kisruh tersebut berawal dari transaksi yang dilakukan pada tahun 1999, di mana Hary Tanoe menawarkan kepada CMNP untuk menukarkan NCD miliknya, diterbitkan oleh Unibank senilai 28 juta dolar AS, dengan MTN dan obligasi milik CMNP. Pada 12 Mei 1999, kesepakatan dicapai, dan CMNP menyerahkan MTN serta obligasi senilai total sekitar Rp 353,5 miliar kepada Hary Tanoe. Namun, seiring berjalannya waktu, CMNP mengklaim bahwa NCD yang diserahkan tersebut tidak bisa dicairkan karena Unibank ditetapkan sebagai Bank Beku Kegiatan Usaha (BBKU) pada Oktober 2001.
Kejadian ini mengakibatkan kerugian yang cukup besar bagi CMNP, dengan total kerugian yang dihitung mencapai sekitar Rp 103,4 triliun, berdasarkan bunga 2 persen per bulan. Lebih jauh, CMNP mencurigai bahwa NCD yang diterbitkan oleh Unibank tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sehingga dapat dianggap sebagai dokumen palsu. Hal ini disampaikan oleh pihak CMNP, yang menyatakan bahwa penerbitan NCD tidak memenuhi ketentuan yang diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia tentang sertifikat deposito.
Gugatan hukum yang diajukan oleh CMNP, yang sudah terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor 194/DIR-KU.11/III/2025, mencakup sejumlah pihak yang dianggap bertanggung jawab, termasuk Hary Tanoesoedibjo dan MNC Asia Holding. Ini menunjukkan keseriusan CMNP dalam menuntut haknya dan mengungkap siapa yang sesungguhnya pemilik dari NCD yang dipermasalahkan.
Di tengah proses hukum ini, MNC Asia Holding melalui Direktur Legal Chris Taufik mengklaim bahwa gugatan CMNP tidak tepat sasaran, menekankan bahwa transaksi yang sedang dibahas tidak ada hubungannya dengan MNC atau Hary Tanoe sebagai perpanjangan tangan. Tetapi fakta bahwa CMNP dan Hary Tanoe sudah terlibat dalam perseteruan hukum menunjukkan adanya ketegangan yang tidak kunjung reda dalam kasus ini.
Hary Tanoe juga dilaporkan ke Polda Metro Jaya atas dugaan pemalsuan sertifikat deposito. Laporan ini dibuat oleh Direktur Utama CMNP Arief Budhy Hardono, yang menemukan indikasi adanya penipuan saat meninjau laporan keuangan perusahaan. Kasus ini semakin menarik perhatian publik, terlebih karena melibatkan aspek hukum yang kompleks sekaligus berhubungan dengan reputasi para tokoh penting dalam dunia bisnis Indonesia.
Dengan situasi yang terus berkembang, baik MNC Asia Holding maupun CMNP tampaknya akan terus terlibat dalam proses hukum yang berkepanjangan, yang tidak hanya akan mempengaruhi mereka tetapi juga berpotensi berdampak pada industri keuangan dan investasi di Indonesia. Keterlibatan pihak berwenang dan bukti-bukti di pengadilan akan menjadi kunci dalam menentukan siapa yang sebenarnya bertanggung jawab dalam kasus ini, dan pada akhirnya, siapa yang akan keluar sebagai pemenang di antara dua entitas besar ini.