
Sejarah Kerajaan Majapahit yang didirikan oleh Raden Wijaya menyimpan banyak kisah menarik, salah satunya adalah hubungan romantis sang pendiri dengan lima istri cantiknya. Kisah ini bukan hanya sekadar cerita cinta, tetapi juga menyangkut politik dan strategi dalam membangun kekuasaan. Di antara kelima istri yang berkaitan langsung dengan sejarah Majapahit, empat di antaranya adalah anak dari Kertanagara, raja terakhir Singasari.
Kisah ini dimulai ketika Raden Wijaya baru saja berhasil menyingkirkan serangan tentara Tartar Mongol, setelah sebelumnya menghadapi ancaman dari Jayakatwang yang menghancurkan Singasari. Pada masa itu, situasi politik di Jawa mulai stabil, sehingga Raden Wijaya merasa aman untuk melanjutkan rencananya dalam pernikahan. Ia mengaitkan pernikahan dengan para putri Kertanagara sebagai langkah strategis untuk memperkuat hubungannya dengan sisa-sisa kekuatan Singasari.
Dalam data yang dikumpulkan dari Kitab Pararaton, disebutkan bahwa Raden Wijaya memiliki tiga istri, di antaranya adalah Dara Petak dari Melayu, serta dua putri dari Tumapel atau Singasari. Dari pernikahan dengan Dara Petak, Raden Wijaya dikaruniai seorang putra, Raden Kalagemet, yang kelak menjadi raja kedua Majapahit setelah dia. Dara Petak, meskipun dinikahi belakangan, tercatat sebagai istri yang memiliki status tinggi di istana.
Selain Dara Petak, dua putri Kertanagara lainnya adalah Dewi Puspawatī dan Dewi Pusparaśmi. Dikisahkan, keduanya memiliki peran penting dalam memperkuat aliansi antara Raden Wijaya dan sisa-sisa dinasti Singasari. Cerita mengenai mereka yang tercantum dalam Kidung Harsa Wijaya menunjukkan bagaimana masing-masing istri berkontribusi terhadap stabilitas kekuasaan Raden Wijaya.
Berdasarkan prasasti Sukamrta, keempat istri Raden Wijaya tersebut dikenal dengan nama kerennya: Sri Parameswarī Dyah Dewi Tribhuwaneswari, Sri Mahadewi Dyah Dewi Narendraduhitā, Sri Jayendradewi Dyah Dewi Prajnaparamita, dan Sri Rajendradewi Dyah Dewi Gayatri. Istri pertama, Dewi Tribhuwaneswari, merupakan istri yang dinikahi Raden Wijaya ketika kerajaan Singasari masih ada. Namun, ketika Raden Wijaya berhasil mendirikan Majapahit, ia melanjutkan dengan mengawini tiga putri Kertanagara sebagai bentuk penguatan politik.
Keberadaan keempat istri yang merupakan putri Kertanagara ini memberikan narasi menarik dalam sejarah Majapahit. Latar belakang pernikahan yang melibatkan hubungan darah dan strategis ini memberi implikasi bahwa aliansi melalui pernikahan sering kali menjadi cara untuk mengukuhkan kekuasaan.
Sementara itu, perjalanan hidup keempat istri ini tidak selalu mulus. Dikisahkan bahwa putri sulung Kertanagara ikut Raden Wijaya menyeberang ke Madura, sementara putri bungsunya menjadi tawanan di Daha akibat konflik dengan Jayakatwang. Sejarah mencatat bagaimana dinamika ini mempengaruhi jalannya pemerintahan Raden Wijaya dan Majapahit secara keseluruhan.
Kisah lima istri Raden Wijaya tidak hanya menyoroti sisi romantis, tetapi juga memberikan gambaran tentang taktik politik pada masa tersebut. Dalam setiap pernikahan, terjalin harapan akan hubungan yang saling menguntungkan antara keluarga kerajaan, yang kemudian berkontribusi pada pembentukan salah satu kerajaan terbesar dalam sejarah Indonesia. Dengan pengaruh istri-istrinya, Raden Wijaya membuktikan bahwa pernikahan bukan hanya sekadar ikatan emosional, tetapi juga bagian dari strategi besar dalam membangun peradaban Majapahit yang tangguh dan berpengaruh.