Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, telah mengeluarkan perintah untuk mempercepat proses persenjataan angkatan laut negaranya dengan kemampuan nuklir. Pernyataan ini disampaikan saat Kim menghadiri uji coba sistem persenjataan kapal perusak multimisi DPRK, Choe Hyon, pada Rabu, 30 April 2025. Dalam uji coba tersebut, Kim mencatat bahwa daya tembak kapal perang yang ada masih mengandalkan persenjataan konvensional, dan ia menilai bahwa sistem tersebut “tidak dapat disebut sebagai sarana pertahanan maritim yang andal.”
Kim menekankan pentingnya untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan guna mengubah angkatan laut menjadi kekuatan nuklir. “Sudah saatnya untuk membuat pilihan yang bertanggung jawab untuk mempercepat nuklirisasi Angkatan Laut guna mempertahankan negara dan kedaulatan maritimnya dari ancaman yang ada dan di masa mendatang,” ujarnya.
Langkah ini mencerminkan kebutuhan mendesak Korea Utara untuk memperkuat pertahanannya di tengah ketegangan yang meningkat di kawasan. Pendekatan agresif ini juga sejalan dengan strategi lama Kim untuk memperluas jangkauan senjata nuklir dan memperkuat posisi tawar Pyongyang dalam negosiasi internasional.
Keputusan ini tidak terlepas dari pengaruh dan dukungan dari sekutunya, Rusia. Komitmen Rusia untuk melindungi Korea Utara jika terjadi ancaman telah diperkuat oleh pernyataan juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov, yang menegaskan bahwa perjanjian pertahanan antara Moskow dan Pyongyang masih berlaku. Kesepakatan ini mengharuskan kedua belah pihak untuk memberikan bantuan militer satu sama lain dalam situasi darurat.
Dalam konteks ini, Korea Utara juga menyoroti kekhawatiran terhadap aktivitas militer dari negara-negara lain di sekitarnya yang dianggap sebagai ancaman. Hal ini menyebabkan Pyongyang merasa perlu untuk meningkatkan kapasitas angkatan laut mereka agar dapat menghadapi berbagai kemungkinan yang timbul dari dinamika geopolitik kawasan.
Pengembangan istilah “nuklirisasi Angkatan Laut” menjadi salah satu fokus utama dalam kebijakan pertahanan Kim Jong-un. Dalam pandangan Kim, angkatan laut dengan kemampuan nuklir akan menjadi bagian penting dari strategi pertahanan yang lebih luas bagi negara tersebut, terutama menghadapi kemungkinan intervensi militer dari negara-negara besar.
Langkah ini, meskipun kontroversial, menunjukkan komitmen Korea Utara untuk tetap berada di jalur pengembangan stategisnya, yang telah menjadi ciri khas selama kepemimpinan Kim. Dengan potensi peningkatan kapasitas serangan yang lebih besar, pertanyaan seputar stabilitas dan keamanan regional semakin mendesak untuk dijawab oleh negara-negara yang berhubungan dengan Seoul dan Washington.
Kehadiran kapal-kapal perang yang dilengkapi dengan senjata nuklir di angkatan laut Korea Utara diharapkan akan mengubah peta strategi pertahanan di kawasan Asia Timur. Dengan demikian, ini juga dapat memicu reaksi dari negara-negara tetangga dan komunitas internasional yang akan memerlukan langkah diplomasi untuk meredakan ketegangan.
Terlepas dari keberhasilan teknis pengembangan senjata, tantangan besar bagi Korea Utara adalah bagaimana mereka dapat menjamin keberlanjutan dan keamanan program nuklir ini di tengah ekspektasi global dan risiko sanksi lebih lanjut. Sebuah gambar besar yang menunjukkan dampak dari keputusan ini akan terlihat dalam jangka panjang, baik dari segi stabilitas domestik maupun hubungan kawasan.
Dengan keputusan ini, jelas bahwa Kim Jong-un tidak hanya meningkatkan persenjataan Korea Utara tetapi juga menegaskan kembali komitmennya pada strategi pertahanan yang mungkin sekali lagi akan mengubah dinamika kekuatan di Asia Timur.