
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bersama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan kerja sama baru untuk menertibkan penggunaan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) yang tidak sesuai ketentuan. Hal ini diinformasikan oleh Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, dalam rapat yang diadakan di kantor Kementerian ATR/BPN pada Kamis, 6 Maret 2025.
Dalam rapat tersebut, Menteri Nusron menyampaikan temuan dari hasil pengecekan menggunakan teknologi citra satelit. Ia menyebutkan bahwa terdapat perusahaan-perusahaan pemegang SHGU, khususnya di wilayah Riau dan Kalimantan, yang tidak mematuhi ketentuan yang berlaku. Berdasarkan sampling yang dilakukan, sebagian besar perusahaan tersebut memiliki lahan jauh lebih luas daripada yang diizinkan. “Contohnya, ada perusahaan yang memegang HGU seluas 8.000 hektare, tetapi setelah dicek, ternyata ada yang menanam di luar batas yang ditentukan, seperti 1.500 hektare hingga 2.000 hektare,” ujar Nusron.
Untuk menertibkan pelanggaran ini, Menteri Nusron menegaskan perlunya kolaborasi antara Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Ditjen PPTR) dengan Ditjen Pajak. Ia menambahkan, penertiban ini tidak hanya melibatkan aspek pendaftaran tanah, tetapi juga pemungutan pajak yang sesuai. “Saya ingin menertibkan administrasi tanahnya supaya semua Area Penggunaan Lain (APL) memiliki hak atas tanahnya. Dari Ditjen Pajak, kita bisa melihat lebihnya area tanam di luar HGU dan mengkalkulasi pajak yang harus dibayarkan,” jelasnya.
Rencana penertiban ini sejalan dengan program kerja Menteri Nusron dalam 100 Hari Kerjanya. Ia bertekad untuk mengatur ulang sistem pemberian, perpanjangan, dan pembaharuan HGU agar lebih adil dan merata, dengan tetap mempertimbangkan kesinambungan perekonomian. “Kita bertujuan agar penguasaan lahan di Indonesia menjadi lebih baik dan memberi manfaat yang lebih besar bagi rakyat,” tambahnya.
Dalam rapat yang sama, Wakil Menteri Keuangan, Anggito Abimanyu, membahas tentang pentingnya sinkronisasi antara Nomor Identifikasi Bidang (NIB) dengan Nomor Objek Pajak (NOP) Pajak Bumi dan Bangunan. Ia mengungkapkan bahwa integrasi ini bertujuan untuk memudahkan pembaharuan data perpajakan setiap kali terjadi transaksi pertanahan. “Dengan melakukan sinkronisasi data ini, diharapkan proses perpajakan bisa lebih efisien dan akurat. Besok, semoga kita bisa melanjutkan dengan kick off untuk sinkronisasi data dan kerja sama lainnya,” tuturnya.
Tujuan dari kerja sama ini tidak hanya untuk menertibkan penggunaan HGU, tetapi juga memperkuat sistem administrasi pertanahan di Indonesia. Dalam jangka panjang, hal ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara dari sektor pajak dan menciptakan iklim investasi yang lebih baik. Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Keuangan berharap kolaborasi ini akan membantu menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif sekaligus memastikan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan.
Turut hadir dalam pertemuan tersebut, Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN, Ossy Dermawan, serta beberapa pejabat tinggi dari Kementerian ATR/BPN dan Kementerian Keuangan. Keberadaan kolaborasi antara kedua kementerian ini juga menjadi sinyal positif bagi masyarakat dan pengusaha bahwa pemerintah berkomitmen untuk memperbaiki pengelolaan sumber daya alam. Dengan langkah-langkah tegas yang diambil, diharapkan hal ini dapat mendorong kepatuhan serta keadilan dalam pemanfaatan lahan, yang pada gilirannya akan membawa manfaat kepada masyarakat luas.