Kelakar Hasto Setelah Sidang: ‘Baru Belajar Jadi Terdakwa Korupsi’

Jakarta, Octopus – Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, kembali menarik perhatian publik setelah menghadiri sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, pada Kamis (17/4/2025). Dalam persidangan tersebut, Hasto terlibat dalam kasus dugaan perintangan penyidikan dan suap terkait proses pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR, khususnya yang berkaitan dengan Harun Masiku. Dikenal sebagai politisi cerdas, Hasto justru memilih untuk mengedepankan sisi humor dalam situasi yang serius ini dengan menyatakan bahwa dirinya masih “belajar” menjadi terdakwa.

“Jadi ini pertama, masih belajar sebagai terdakwa,” ujar Hasto dengan nada santai seusai sidang, yang menimbulkan beragam reaksi dari hadirin dan media yang meliput jalannya persidangan. Kelakar ini, meski terlihat ringan, mencerminkan situasi hukum yang sedang dihadapinya dan kompleksitas dalam kasus ini.

Dalam persidangan, Hasto berkesempatan mengajukan keberatan terhadap kesaksian dua saksi kunci yang dihadirkan oleh jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yaitu mantan Ketua KPU Arief Budiman dan mantan anggota KPU Wahyu Setiawan. Hasto menegaskan bahwa kesaksian Wahyu Setiawan bukanlah yang pertama kali disampaikan, melainkan berbeda dengan yang diungkapkan pada persidangan sebelumnya pada tahun 2020. Ia menyoroti ketidakkonsistenan kesaksian tersebut dan mengklaim bahwa putusan sebelumnya mengindikasikan bahwa Wisma menerima uang yang digunakan untuk mengurus PAW Harun Masiku melalui dua orang lain, Saeful Bahri dan Agustiani Tio Fridelina.

“Ketika Wahyu Setiawan diperiksa pada 6 Januari 2025, dia diminta membaca ulang keterangan yang dia buat lima tahun sebelumnya. Kemudian di-print ulang dan ditandatangani sehingga fakta hukum yang sebenarnya diabaikan,” tegas Hasto, memperlihatkan keyakinannya dalam menanggapi situasi yang menimpanya.

Hasto Kristiyanto didakwa melakukan perbuatan melawan hukum dengan terlibat dalam penyuapan sebesar Rp 600 juta untuk memuluskan langkah Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui skema PAW periode 2019-2024. Tindakannya dijerat dengan beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, mencerminkan keseriusan kasus ini.

Melihat kasus ini, sejumlah pihak mempertanyakan validitas proses hukum yang dijalani Hasto. Sebagian publik dan pengamat hukum berpendapat bahwa ada nuansa politis dalam perkara ini, mengingat posisi Hasto dan kedekatannya dengan berbagai kalangan di legislatif. Keterlibatannya dalam skema suap PAW Harun Masiku membuat banyak orang menilai bahwa kasus ini tidak hanya soal hukum tetapi juga mencerminkan masalah integritas dalam politik Indonesia.

Semakin ramai dibicarakan, Hasto yang dikenal memiliki sikap humoris, menunjukkan bahwa meski berada dalam situasi sulit, ia tetap berusaha menyampaikan pandangannya dengan cara yang unik. Keberaniannya untuk tertawa dalam situasi ini, di satu sisi menunjukkan ketenangannya, namun di sisi lain menimbulkan pertanyaan apakah hal ini merupakan upaya untuk meredakan ketegangan atau hanya sekadar bentuk defensif belaka.

Dengan terus berjalannya persidangan, pengamatan publik terhadap perilaku dan sikap Hasto menyita perhatian. Tak pelak, sidang-sidang mendatang akan terus menjadi sorotan media. Para pengamat hukum dan politik akan mengamati dengan seksama setiap perkembangan, baik itu dari segi bukti yang diajukan, maupun keterangan saksi yang dinilai krusial dalam menentukan nasib Hasto dalam kasus ini. Rakyat pun menanti dengan penuh rasa ingin tahu, apakah Hasto akan berhasil melewati “masa belajar” ini dengan pelajaran berharga.

Berita Terkait

Back to top button