Jakarta, Octopus – Klaim peretasan oleh akun yang mengaku sebagai Bjorka terhadap PT Bank Central Asia Tbk (BCA) menuai perhatian dari berbagai pihak. Sejumlah pakar keamanan siber mempertanyakan keabsahan klaim tersebut, mengingat bukti yang disajikan tidak menunjukkan adanya pelanggaran terhadap data perbankan.
Alfons Tanujaya, pakar keamanan digital dari Vaksincom, secara tegas menyatakan bahwa ransomware yang dituduhkan Bjorka kepada BCA adalah klaim kosong. “Yang jelas, data yang ditunjukkan bukan berasal dari server database bank. Data yang valid bisa didapatkan dari sumber-sumber lain seperti phishing atau data pinjaman online,” ujarnya pada Rabu, 12 Februari 2025.
Pakar lainnya, Heru Sutadi dari Indonesia ICT Institute, menemukan pola yang tidak biasa dalam klaim serangan siber Bjorka. Diketahui bahwa Bjorka, yang sering menggunakan akun @bjorxanism, biasanya mengumumkan aksinya di platform Breach Forum, tempat peretasan, dengan mendaftar keberhasilan dalam meretas database berbagai perusahaan atau lembaga pemerintah. Heru menggarisbawahi bahwa meskipun ia tidak meyakini serangan itu ada, dampak klaim tersebut bisa mengganggu stabilitas ekonomi dan politik Indonesia.
“Jika klaim ini merupakan propaganda untuk menjatuhkan reputasi perusahaan dan nilai sahamnya, maka dapat menghasilkan ketidakpastian dalam perekonomian,” tegasnya. Dia juga menyerukan agar pihak berwenang seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Polri menyelidiki siapa di balik akun tersebut.
Keganjilan lain terungkap melalui analisis Ismail Fahmi, seorang pengamat media sosial yang menggunakan platform Drone Emprit. Ia menekankan, “Hacker yang kredibel seharusnya tidak perlu membuat postingan menggunakan bot. Praktik seperti ini biasanya bukan ciri seorang hacker sejati.”
BCA sendiri telah menegaskan bahwa tidak ada serangan siber yang terjadi seperti yang diklaim oleh Bjorka. Melalui pernyataan resminya, BCA menegaskan bahwa seluruh data nasabah tetap aman. Namun, bank tersebut mengingatkan nasabah untuk tetap waspada dan menjaga data pribadi dari berbagai bentuk serangan siber yang mungkin terjadi.
Sementara masyarakat dan nasabah BCA menyambut baik klarifikasi tersebut, sejumlah pertanyaan tetap menggantung. Bagaimana bisa sebuah akun mengklaim berhasil meretas sistem keamanan bank besar tanpa adanya bukti konkret? Dan mengapa petunjuk serta bukti yang disajikan justru menunjukkan kejanggalan?
Kejanggalan lain juga tampak pada metode penyampaian klaim yang dilakukan Bjorka. Serangan siber yang kerap kali disampaikan melalui media sosial atau platform forum, seakan memperlihatkan sisi lain dari modus operasi mereka, di mana tindakan yang seharusnya dilaksanakan secara rahasia justru diungkapkan secara terbuka.
Dalam kondisi keamanan siber saat ini yang semakin kompleks, tindakan seperti ini menjadi perhatian bagi berbagai pihak, baik dari segi teknis maupun reputasi. Masyarakat dan lembaga yang terkait diharapkan bisa lebih waspada dan mengedukasi diri mengenai risiko-risiko yang mungkin ditimbulkan dari aksi-aksi serupa. Nama besar seperti BCA seharusnya memiliki pertahanan yang kuat, tetapi isu reputasi dan kepercayaan tetap menjadi tantangan utama yang harus dihadapi oleh perusahaan besar di era digital ini.
Dalam hal ini, penting bagi otoritas dan masyarakat untuk bersama-sama membangun kesadaran akan pentingnya keamanan data dalam dunia maya. Setiap klaim peretasan yang muncul seharusnya ditanggapi dengan serius, namun juga harus diteliti secara objektif agar tidak menimbulkan ketidakpastian di kalangan publik.