Kapolri Tegaskan Jurnalis Asing Tak Perlu Surat Keterangan Meliput

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo baru-baru ini membantah isu yang beredar mengenai kewajiban bagi jurnalis asing untuk memiliki Surat Keterangan Kepolisian (SKK) agar dapat meliput di Indonesia. Dalam penjelasannya, Sigit menegaskan bahwa berita mengenai keharusan tersebut tidak sesuai dengan isi Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 3 Tahun 2025 yang diterbitkan sebagai tindak lanjut dari revisi Undang-Undang Keimigrasian.

Perpol ini bertujuan memberikan pelayanan dan perlindungan kepada warga negara asing (WNA), termasuk jurnalis asing yang menjalankan tugas di Indonesia, terutama di wilayah-wilayah yang dianggap rawan konflik. “Kami ingin memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap WNA, seperti para jurnalis asing, yang bertugas di seluruh Indonesia,” ujar Sigit dalam keterangan persnya.

Perpol Nomor 3 Tahun 2025 dikembangkan sebagai bagian dari upaya preemptif dan preventif oleh kepolisian untuk menjaga keamanan dan keselamatan orang asing di Indonesia. Dalam pasal 3 huruf a, diatur mengenai upaya pencegahan dan penanggulangan ancaman terhadap keamanan dan keselamatan orang asing. Namun, informasi yang berkembang mengatakan bahwa penerbitan SKK bagi wartawan asing bersifat wajib; hal ini ditanggapi Sigit dengan tegas.

“Dalam Pasal 8 ayat 1, disebutkan bahwa penerbitan SKK dilakukan berdasarkan permintaan dari penjamin, bukan otomatis menjadi kewajiban bagi jurnalis asing,” jelasnya. Dalam konteks ini, arti dari ‘penjamin’ merupakan pihak yang bertanggung jawab untuk memberikan dukungan kepada jurnalis asing yang meliput di area-area tertentu.

Sigit juga menambahkan bahwa jika tidak ada permintaan dari penjamin, SKK tidak akan dikeluarkan, yang menunjukkan bahwa SKK tidak bersifat wajib bagi semua jurnalis asing. Dengan demikian, jurnalis asing tetap diizinkan untuk melakukan peliputan di Indonesia selama mereka mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Pemberitaan yang menyebutkan SKK sebagai kewajiban sangat tidak tepat, karena dalam Perpol itu sendiri tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa SKK wajib untuk diterbitkan bagi jurnalis asing.”

Selain memberikan klarifikasi tentang SKK, Kapolri juga menjelaskan bahwa apabila seorang jurnalis asing berencana untuk melakukan liputan di wilayah yang berisiko tinggi, maka penjamin dapat mengajukan permintaan untuk SKK kepada pihak Polri, bersamaan dengan permintaan perlindungan. “Jadi, pihak penjamin itulah yang berhubungan langsung dengan Polri dalam hal penerbitan SKK ini, bukan langsung dari jurnalis asing itu sendiri,” tuturnya.

Pernyataan Kapolri ini sangat penting dalam konteks kebebasan pers di Indonesia, terutama di tengah berbagai tantangan yang dihadapi jurnalis, baik lokal maupun internasional. Dalam beberapa tahun terakhir, isu-isu mengenai pembatasan kegiatan jurnalistik dan kebebasan pers di Indonesia sering menjadi sorotan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Oleh karena itu, penegasan Kapolri mengenai tidak adanya kewajiban SKK ini diharapkan dapat memberikan rasa aman bagi jurnalis asing yang meliput di Indonesia, serta menjernihkan kesalahpahaman yang beredar di masyarakat.

Dalam dunia jurnalistik, kebebasan untuk mengumpulkan informasi dan melaporkan fakta adalah prinsip dasar yang harus dijaga. Dengan adanya peraturan yang jelas, diharapkan semakin banyak jurnalis asing yang bisa melakukan liputan di Indonesia, tanpa adanya kehawatiran terkait prosedur yang tidak jelas. Ke depan, sinergi antara instansi pemerintah, termasuk kepolisian, dan masyarakat jurnalis akan semakin penting untuk mendukung pelaksanaan tugas jurnalistik secara profesional dan efektif.

Berita Terkait

Back to top button