
Dalam era modern saat ini, perasaan ‘insecure’ atau tidak percaya diri semakin meningkat, terutama di kalangan perempuan yang berkarir. Dewasa ini, tantangan untuk mengatasi ketidakpastian dalam karir menjadi hal yang penting, terlebih lagi di industri yang masih didominasi oleh laki-laki. Menurut laporan Women in Business 2025, meskipun terdapat peningkatan representasi perempuan di posisi manajerial global, masih banyak perempuan yang merasa kurang percaya diri dalam menjalankan tanggung jawab mereka.
Data menunjukkan bahwa posisi Chief Human Resources Officer (CHRO) di dunia korporasi telah mencapai 47,6 persen diisi oleh perempuan, sedangkan posisi Chief Financial Officer (CFO) sebesar 44,6 persen. Namun, di posisi puncak sebagai Chief Executive Officer (CEO), wanita hanya menempati 21,7 persen dari seluruh perusahaan menengah. Di Indonesia, sektor kepemimpinan wanita mengalami kemajuan dengan keterwakilan mencapai 36,3 persen di level manajemen senior, lebih tinggi dari rata-rata global yang berada di 34 persen.
Komitmen terhadap kesetaraan gender di tempat kerja, seperti yang dilakukan oleh PT Tectona Mitra Utama (TMU), menjadi salah satu upaya untuk mendorong perempuan agar lebih percaya diri. Perusahaan ini mengimplementasikan prinsip inklusivitas dan komitmen pengembangan sumber daya manusia. Chief Marketing Officer TMU, Ading Januandry, menegaskan pentingnya melibatkan perempuan dalam setiap aspek pengembangan perusahaan. “Kami menerapkan prinsip gender equality, di mana semua karyawan dari berbagai usia memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang,” ucapnya.
Program-program pengembangan di TMU meliputi peningkatan keterampilan dalam teknologi dan soft skill yang sangat dibutuhkan di dunia kerja saat ini. Program pelatihan ini diharapkan dapat membantu mengatasi rasa tidak percaya diri yang mungkin muncul di kalangan pekerja perempuan. Sementara itu, Project Control Manager TMU, Dahliana Mega, menekankan bahwa kepercayaan diri perempuan harus terus didorong. “Kemampuan seseorang tidak ditentukan oleh gender, tetapi oleh bagaimana ia berkembang dan beradaptasi dalam lingkungan kerja,” ucapnya.
Dahliana juga menyarankan perempuan untuk berani mengambil tantangan dan memperkaya pengalaman di lapangan. “Jangan takut menghadapi tantangan, perbanyak pengalaman, dan tetap percaya diri,” tambahnya. Sarannya semakin relevan ketika dikaitkan dengan kondisi industri yang sering tidak seimbang dalam hal representasi gender.
Devoni Putri Rahajeng, HSE Officer di TMU, juga menyampaikan pentingnya dukungan dari rekan-rekan kerja laki-laki. Kesetaraan gender dan inklusivitas telah menjadi bagian dari budaya perusahaan, yang mana rekan kerja laki-laki memberikan dukungan penuh terhadap perempuan dalam menjalankan tugas-tugas mereka. “Di lapangan, tidak ada perbandingan yang negatif. Kami memiliki suara yang sama,” katanya.
Perempuan di industri EPC masih berada di posisi minoritas, tetapi dengan pendekatan yang tepat, mereka bisa mengubah perspektif tersebut. Devoni mengingatkan agar perempuan selalu percaya pada kemampuan diri mereka. “Jangan terlalu insecure, tetap percaya diri dan fokus pada pengembangan keahlian,” tegasnya.
Munculnya berbagai program pelatihan dan kebijakan inklusif merupakan langkah positif untuk menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil. Semua pihak, baik perusahaan maupun individu, diharapkan terus mendorong budaya saling mendukung di tempat kerja. Upaya ini diharapkan bisa mengurangi rasa ‘insecure’ yang sering dialami oleh perempuan dan meningkatkan keterwakilan mereka dalam posisi-posisi kepemimpinan.
Di tengah tantangan yang ada, penting bagi perempuan untuk meyakini bahwa setiap langkah kecil yang diambil, baik dalam karir maupun kehidupan pribadi, dapat memberikan kontribusi besar bagi kemajuan diri mereka sendiri. Dengan membangun jejaring, memperdalam keahlian, dan terus belajar, perempuan bisa mengatasi rasa tidak percaya diri dan meraih kesuksesan di dunia profesional.