Jangan Gegabah Otak-atIk TKDN: Pentingnya Kebijakan yang Bijak

Jakarta, Octopus – Dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global, pemerintah Indonesia sedang merancang paket perundingan Non-Tariff Measure (NTMs) yang mencakup relaksasi aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) di sektor teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Namun, langkah ini menuai kecemasan di kalangan para ahli dan stakeholder industri. Mereka mengingatkan agar pemerintah tidak gegabah dalam melakukan perubahan yang dapat berpengaruh signifikan terhadap kemandirian industri lokal.

Indonesian Digital and Cyber Institute (IDCI) menilai bahwa pendekatan TKDN selama ini perlu memperoleh pembaruan. Direktur Eksekutif IDCI, Yayang Ruzaldy, mengusulkan konsep baru yang disebut TKDN 2.0. Model ini tidak hanya menilai komponen fisik produk, tetapi juga mencakup penguasaan kekayaan intelektual, kontribusi terhadap riset lokal, dan dampak terhadap ekosistem inovasi nasional. Yayang menekankan, "Dalam kerangka ini, insentif relaksasi dapat digunakan sebagai alat diplomasi ekonomi yang memperkuat fondasi kemandirian, bukan sekadar membuka pasar bagi teknologi asing."

Pemerintah Indonesia terpaksa mengambil langkah ini sebagai respons terhadap kebijakan tarif impor yang dikenakan oleh Amerika Serikat, yang mencapai 32 persen. Kebijakan tarif tersebut dianggap sebagai strategi untuk melindungi industri domestik mereka di tengah ketegangan geopolitik dan perang dagang global yang semakin memanas. Namun, pelonggaran TKDN memiliki potensi untuk mempercepat infrastruktur digital dan meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di Indonesia.

Dari sudut pandang strategis, pelonggaran ini juga bisa membuka peluang kerja sama dengan perusahaan teknologi besar asal AS seperti Microsoft, Oracle, dan Apple. "Dengan memilih jalur diplomasi, pemerintah berusaha menjaga iklim investasi tetap kondusif," ujar Yayang. Namun, risikonya pun tidak boleh diabaikan. Jika relaksasi TKDN dilaksanakan tanpa kerangka kerja jangka panjang yang jelas, industri lokal berpotensi kehilangan daya kompetitif.

Beberapa poin penting yang perlu dipertimbangkan terkait kebijakan ini mencakup:

  1. Kedaulatan Digital: Keterlibatan perusahaan asing dapat mengancam kedaulatan digital Indonesia, terutama jika infrastruktur TIK strategis dikuasai oleh korporasi global yang tidak tunduk pada hukum lokal.
  2. Ketergantungan Teknologi Asing: Pelonggaran TKDN dapat membawa Indonesia kembali terjebak dalam ketergantungan teknologi asing, baik dalam aspek perangkat keras maupun lunak, yang bisa memperburuk kondisi industri lokal.
  3. Alih Teknologi dan Riset: Relaksasi kebijakan harus disertai dengan kewajiban alih teknologi dan kolaborasi riset agar industri lokal tetap dapat berinovasi dan berkembang.
  4. Kemandirian Ekonomi: Mengabaikan kerangka kerja yang kuat atas kebijakan ini dapat mengakibatkan kemunduran dalam upaya kemandirian ekonomi Indonesia.

Yayang Ruzaldy juga mengingatkan, setiap langkah yang diambil harusnya tidak menjadi preseden berbahaya di mana negara lain memandang Indonesia sebagai mudah ditekan melalui instrumen tarif. Ia menegaskan bahwa pendekatan ini perlu didukung dengan peta jalan industri yang jelas, sehingga Indonesia dapat mempertahankan posisinya di tengah tekanan global.

Para pengamat menginginkan agar relaksasi TKDN tidak hanya dilihat sebagai solusi jangka pendek. Jika langkah ini tidak disertai dukungan berkelanjutan untuk industri dalam negeri, Indonesia berisiko kehilangan momentum menuju visi "Indonesia Emas 2045", di mana negara ini diharapkan menjadi kekuatan digital yang mampu bersaing di tingkat global. Dengan pendekatan yang lebih terukur dan fokus pada nilai lokal, diharapkan industri TIK Indonesia dapat tumbuh dan berkontribusi pada ekonomi nasional tanpa tergantung pada teknologi asing.

Berita Terkait

Back to top button