
Jakarta, Octopus – Kanker payudara terus menjadi perhatian serius bagi masyarakat Indonesia. Sebuah laporan dari Global Cancer Observatory pada tahun 2022 menunjukkan bahwa kanker payudara menempati peringkat pertama dalam jumlah kasus baru di Indonesia, dengan total 66.271 kasus, atau sekitar 16,2 persen dari total 408.661 kasus kanker yang terdeteksi. Angka ini menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, mengingat kanker payudara juga dikenal sebagai penyebab utama kematian akibat kanker pada perempuan.
Deteksi dini merupakan salah satu kunci utama dalam mengatasi masalah ini. Dokter dan ahli kesehatan mendorong perempuan untuk secara rutin melakukan pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dan Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS) melalui metode seperti USG payudara dan mammografi. Kementerian Kesehatan Indonesia merekomendasikan agar wanita berusia 30 tahun ke atas melakukan pemeriksaan rutin setiap 1-3 tahun untuk meminimalisir risiko terdiagnosis pada stadium lanjut.
Pentingnya deteksi dini tak bisa dilebihkan, terutama bagi perempuan yang memiliki faktor risiko tinggi, seperti riwayat keluarga dengan kanker payudara. Mereka dianjurkan untuk menjalani skrining lebih awal agar kanker dapat diidentifikasi lebih cepat. Internist-Hematologist Oncologist dari MRCC Siloam Hospital, Jeffry Beta Tenggara, mengatakan bahwa prosedur biopsi yang dilanjutkan dengan pemeriksaan imunohistokimia (IHK) sangat berperan dalam meningkatkan akurasi diagnosis kanker payudara.
IHK memungkinkan ahli patologi untuk mengidentifikasi subtipe molekuler kanker payudara dengan lebih tepat. Dalam hal ini, status hormonal dan HER2 menjadi faktor penentu dalam pemilihan terapi pengobatan. Kanker payudara dibedakan menjadi dua kategori besar berdasarkan analisis ini: Hormon Reseptor Positif (HR+) dan Hormon Reseptor Negatif (HR-).
– Kanker payudara HR+ biasanya diobati dengan terapi hormon yang bertujuan menghambat efek estrogen.
– Kanker payudara HR- lebih sering ditangani melalui kemoterapi dan terapi target.
Dari aspek status HER2, kanker dapat dikategorikan menjadi HER2-positif dan HER2-negatif, berdasarkan hasil pemeriksaan IHK yang mengevaluasi kadar protein HER2. Penemuan terbaru juga memperkenalkan klasifikasi HER2-rendah, yang menunjukkan adanya kanker dengan kadar rendah dari protein tersebut.
“Dengan banyaknya jenis dan klasifikasi kanker payudara, penting bagi pasien untuk menjalani prosedur pemeriksaan yang menyeluruh agar terapi pengobatan yang diterima dapat tepat sasaran,” ungkap Jeffry. Statistik juga menunjukkan bahwa jika kanker payudara terdeteksi lebih dini, peluang kesembuhan mencapai 90 persen, angka yang sangat menggembirakan dan menunjukkan efektivitas dari deteksi dini.
Masyarakat diharapkan untuk lebih sadar akan pentingnya pemeriksaan kesehatan secara berkala. Kanker bukan hanya menyerang individu yang ‘berisiko tinggi’, tetapi juga dapat menjangkiti siapa saja, termasuk mereka yang merasa sehat. Oleh karena itu, tidak ada salahnya untuk melakukan pos pemeriksaan secara berkala sebagai salah satu langkah pencegahan.
Sadar akan pentingnya deteksi dini serta mendapatkan informasi dan pendidikan yang cukup mengenai kanker payudara adalah langkah awal yang dapat diambil setiap individu, khususnya perempuan. Dengan adanya kesadaran ini, diharapkan angka deteksi dini kanker payudara dapat meningkat, dan langkah-langkah penanganan yang lebih cepat serta efektif dapat diberikan, sehingga angka kesakitan dan kematian akibat penyakit ini dapat berkurang.