
Jakarta – Dalam persidangan kasus dugaan suap terkait Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan penyidikan, jaksa penuntut umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan rencana untuk menghadirkan tiga saksi kunci. Saksi-saksi tersebut terdiri dari mantan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman, mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, dan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina. Pemanggilan saksi-saksi ini diharapkan dapat memberikan keterangan yang mendalam mengenai dugaan praktik korupsi yang melibatkan Hasto Kristiyanto, Sekjen PDI Perjuangan yang tengah dihadapkan pada proses hukum.
Informasi mengenai rencana pemanggilan saksi-saksi tersebut telah dikonfirmasi oleh penasihat hukum Hasto, Ronny Talapessy, yang menyatakan bahwa data ini memang benar adanya. “Betul,” ungkap Ronny saat dihubungi pada Kamis, 17 April 2025. Pernyataan ini menunjukkan adanya komitmen dari pihak hukum untuk menghadirkan bukti-bukti yang diperlukan dalam proses persidangan.
Sidang ini berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, di mana Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi telah menolak eksepsi atau nota keberatan yang diajukan oleh Hasto dan tim kuasa hukumnya. Hakim Rios Rahmanto menyatakan, “Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum Terdakwa Hasto Kristiyanto tidak dapat diterima.” Penolakan tersebut menandakan bahwa proses hukum akan berlanjut ke tahap pemeriksaan saksi-saksi sebagaimana diatur dalam surat dakwaan.
Dlam konteks hukum, Hasto Kristiyanto didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, terkait dengan perintangan penyidikan. Selain itu, Hasto juga dihadapkan dengan dakwaan suap berdasarkan Pasal 5 Ayat (1) huruf a dari undang-undang yang sama.
Kasus ini berawal dari dugaan suap yang melibatkan Harun Masiku, yang berupaya untuk mendapatkan kursi di DPR melalui proses PAW. Hasto sebagai sekjen partai diduga memiliki peran yang signifikan dalam proses ini, yang membuatnya terjerat dalam skandal yang melibatkan struktur politik di Indonesia. Keberadaan saksi-saksi yang dihadirkan di persidangan diharapkan dapat menunjukkan seberapa dalam keterlibatan Hasto dalam praktik-praktik yang melanggar hukum serta bagaimana proses pengawasan pemilu berlangsung.
Saksi-saksi yang akan dihadirkan juga merupakan tokoh penting yang memiliki wawasan dan pengalaman di bidang pemilihan umum, sehingga pernyataan mereka akan memberikan konteks yang lebih jelas mengenai dinamika yang terjadi di lapangan. Arief Budiman, sebagai mantan Ketua KPU, diharapkan mampu menjelaskan mekanisme terkait PAW anggota DPR, sementara Wahyu Setiawan dapat memberikan pandangannya sebagai mantan komisioner yang terlibat langsung dalam proses pemilu.
Dalam situasi ini, publik tentu menantikan perkembangan sidang selanjutnya dan pernyataan-pernyataan dari saksi-saksi yang dihadirkan. Pertanyaan mengenai sejauh mana pengaruh politik dan praktik korupsi dalam proses pemilihan umum akan kembali mencuat, memicu diskusi di kalangan masyarakat dan pemangku kepentingan.
JPU diharapkan dapat mengungkap fakta-fakta yang akan terungkap di persidangan dan mendorong agar kasus ini dapat diselesaikan secara transparan dan akuntabel. Sidang ini tidak hanya penting bagi Hasto dan partainya tetapi juga bagi integritas lembaga pemilihan umum di Indonesia dan kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi yang berjalan.