
Di tengah masa panen raya yang berlangsung di berbagai daerah, isu kualitas gabah menjadi sorotan utama. Sejumlah akademisi dan praktisi pertanian mulai mengingatkan perlunya menjaga kualitas gabah yang dibeli oleh Perum Bulog. Fenomena petani yang tergesa-gesa memanen padi sebelum waktunya dianggap sebagai salah satu faktor utama yang berpotensi merugikan hasil pertanian dan berimpik di pada sistem pangan nasional.
Pakar Pangan dari Universitas Brawijaya, Sujarwo, sangat menekankan pentingnya Bulog untuk tetap mematuhi standar mutu dalam pembelian gabah dari petani. Dalam penjelasannya, Sujarwo mengungkapkan, “Pembelian gabah dengan memperhatikan kualitas gabah harus ditegakkan, termasuk menegakkan aturan kerja sama kemitraan pembelian gabah antara Bulog dan petani.” Pernyataan tersebut menggambarkan keprihatinan atas penurunan kualitas hasil pertanian yang dapat memengaruhi ketahanan pangan.
Musim panen menjadi periode yang krusial bagi petani dan Bulog. Pada saat ini, sering kali terjadi oversupply yang menekan harga gabah secara signifikan. Oleh karena itu, penting untuk merancang mekanisme transaksi yang berkelanjutan dan efektif. Hal ini bukan hanya untuk melindungi harga gabah, tetapi juga untuk membangun kawasan produksi pertanian yang tangguh serta kemitraan yang kuat dengan sektor hilir.
Dalam konteks ini, edukasi untuk optimalisasi usaha tani menjadi sangat penting. Sujarwo menjelaskan bahwa sistem kontrak kerja sama antara Bulog, Kementan, dan petani harus lebih diperkuat, sehingga petani tidak memiliki celah untuk melakukan kesalahan seperti memanen padi sebelum waktunya atau menjual gabah dengan kadar air yang terlalu tinggi. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan mutu gabah yang diperoleh Bulog sebagai penyuplai utama di sektor pangan.
Pakar ini pun menekankan bahwa Perum Bulog memiliki peranan strategis dalam memperkuat sistem pangan nasional. “Bulog bukan rival bagi industri lain, tetapi harus dapat mempengaruhi efisiensi pasar dengan membangun ekosistem pangan yang sehat,” jelas Sujarwo. Pernyataan ini menunjukkan bahwa Bulog harus mampu mengelola urusan pangan secara adaptif dan responsif terhadap dinamika pasar.
Namun, untuk menjalankan peran ini secara optimal, Sujarwo berharap Bulog akan terus memperkuat kemitraan jangka panjang dengan petani. Di era digital saat ini, penggunaan teknologi informasi dalam kemitraan sangat diperlukan untuk menyempurnakan sistem informasi yang dapat mendukung kerja sama kedua belah pihak.
Kementerian Pertanian (Kementan) juga diharapkan agar terus berkolaborasi dengan Bulog dan Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk menciptakan sistem pangan yang kuat. “Dengan sinergi antara Kementan, Bulog, dan Bapanas, diharapkan ketahanan pangan dan kedaulatan pangan nasional dapat terwujud secara berkelanjutan,” ungkap Sujarwo.
Penguatan sistem pangan menjadi semakin relevan seiring dengan visi pembangunan nasional menuju Indonesia Emas 2045. Dalam hal ini, kolaborasi antara berbagai pihak menjadi syarat utama untuk mencapai cita-cita tersebut. Sujarwo menekankan, “Penguatan sistem pangan dengan peran yang sinergis dan harmonis antar berbagai lembaga harus dipenuhi untuk menjamin keberlanjutan dan ketahanan pada sektor pangan.”
Maka dari itu, menjaga mutu pangan, khususnya gabah, harus menjadi perhatian bersama. Peran Bulog sebagai lembaga yang mengelola urusan pangan negara menjadi sentral dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pangan di Indonesia. Dengan pemahaman dan implementasi yang tepat dari semua pemangku kepentingan, diharapkan sistem pangan nasional dapat semakin kokoh dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.