
Kabinet keamanan Israel telah menyetujui rencana untuk memperluas serangan militernya di Gaza, yang mencakup langkah-langkah untuk merebut dan menguasai area tersebut. Dalam persiapan untuk operasi ini, militer Israel telah memanggil puluhan ribu tentara cadangan dengan tujuan untuk meningkatkan tekanan terhadap Hamas, serta membawa pulang sisa sandera Israel yang masih ditahan.
Operasi ini direncanakan untuk dilaksanakan setelah kunjungan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, ke wilayah tersebut yang akan berlangsung minggu depan. Langkah ini menggambarkan strategi Israel yang terus berlanjut meskipun sebelumnya mereka menghentikan gencatan senjata selama dua bulan di Gaza pada 18 Maret.
Dalam rapat kabinet yang berlangsung pada 4 Mei 2025, para menteri memberikan suara bulat untuk melaksanakan serangan secara bertahap. Tahap pertama dari rencana ini akan mencakup perebutan wilayah tambahan di Gaza serta perluasan zona penyangga di sepanjang perbatasan Israel dan Mesir. Langkah ini diharapkan memberikan posisi yang lebih kuat bagi Israel dalam negosiasi dengan Hamas terkait gencatan senjata dan pembebasan sandera.
Seorang pejabat Israel mengungkapkan bahwa perluasan serangan ini “berbeda dari serangan-serangan sebelumnya” karena berfokus pada pendudukan wilayah dan kehadiran Israel yang berkelanjutan di Gaza. Kepala Staf Militer Israel, Letnan Jenderal Eyal Zamir, menyatakan bahwa mereka akan beroperasi di wilayah tambahan dengan tujuan menghancurkan infrastruktur teroris, baik di atas maupun di bawah tanah.
Namun, kritikus meragukan efektivitas strategi ini, mengingat hingga kini tidak ada sandera yang berhasil dibebaskan sejak serangan dilanjutkan enam minggu lalu. Forum Sandera dan Keluarga Hilang yang mewakili keluarga para sandera menyatakan bahwa langkah ini menunjukkan bahwa pemerintah lebih memilih menguasai wilayah daripada menyelamatkan nyawa para sandera, yang menurut survei ditentang oleh lebih dari 70% rakyat Israel.
Di sisi kemanusiaan, Tim Negara Kemanusiaan (HCT) mengungkapkan keprihatinan mengenai rencana Israel untuk menutup sistem distribusi bantuan yang ada. Israel berencana untuk mengalihkan pengiriman bantuan melalui perusahaan swasta dengan ketentuan yang ditetapkan oleh militer, yang dikhawatirkan akan mengakibatkan kekurangan pasokan bagi warga Gaza, terutama bagi mereka yang paling rentan. Sejak Israel menghentikan semua pengiriman bantuan pada 2 Maret, situasi kemanusiaan di Gaza kian memburuk.
PBB dan organisasi kemanusiaan juga mengingatkan bahwa Israel berkewajiban berdasarkan hukum internasional untuk memastikan akses bagi 2,1 juta warga Palestina di Gaza, yang saat ini berada dalam kondisi mengerikan akibat konflik yang berkepanjangan. Seperti dilaporkan, konflik ini dimulai dengan serangan lintas perbatasan oleh Hamas pada 7 Oktober 2023 yang mengakibatkan kematian sekitar 1.200 orang dan 251 orang disandera.
Sejak itu, sekitar 52.535 orang dilaporkan telah tewas di Gaza, menurut data yang dihimpun oleh kementerian kesehatan yang dikelola Hamas. Berbagai pihak internasional menuduh Israel melakukan tindakan genosida terhadap warga Palestina, menambah kompleksitas dan ketegangan dalam situasi yang sudah kritis ini.
Dengan segala dinamika yang terjadi, rencana perluasan serangan Israel dan dampaknya terhadap situasi di Gaza akan terus menjadi sorotan di berbagai pihak, baik domestik maupun internasional.